Senin 02 Jul 2018 16:20 WIB

Lihatlah Masjid Ibn Tulun di Kairo

Kairo merupakan salah satu tempat terkonsentrasinya peninggalan sejarah Islam.

Masjid Ibnu Tulun
Foto: Flikcr.com
Masjid Ibnu Tulun

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Suatu kali, Titus Burckhardt, pakar arsitektur dan budaya Islam, ditanya tentang bagaimana cara memahami peninggalan Islam. Apa jawabannya? Pakar arsitektur dan budaya Islam asal Eropa ini hanya menjawab singkat, `'Lihatlah Masjid Ibn Tulun di Kairo''.

Kairo merupakan salah satu tempat terkonsentrasinya peninggalan sejarah Islam. Menurut Doris Behrens-Abouseif dalam salah satu bukunya, Islamic Architecture in Cairo:An Introduction, padatnya Kairo dengan bangunan-bangunan sejarah peninggalan Islam karena dinasti Islam di Mesir kala itu tak punya ibu kota lain kecuali Kairo. Hal itulah yang menyebabkan Kairo sangat berbeda dibandingkan kota-kota besar lain pada era kejayaan Islam.

Sejak awal, nama Kairo dan Mesir sudah di gunakan untuk istilah terpisah. Kairo berasal dari turunan kata Bahasa Arab, `'Qahira''. Qahira merupakan nama daerah di ibu kota Dinasti Fatimiyah yang didirikan pada 969 M dan diperuntukan sebagai kawasan permukiman.

Sementara, Mesir berasal dari kata `'Misr'' yang merupakan singkatan dari Fustat-Misr yang merupakan ibu kota Islam yang didirikan oleh Amr ibn al-As pada 641-642 M. Istilah Misr kemudian meluas dan mencakup semua wilayah di ibu kota, baik Fustat maupun Qahira.

 

photo
Taman Al-Azhar, Kairo

Memahami kebudayaan Islam adalah jalan utama memahami Islam. Seni dan budaya Islam sendiri diturunkan dari nilai Tauhid (keesaan Allah SWT). Seni tulis ayat Alquran atau kaligrafi merupakan seni pertama yang berkembang dalam Islam sebelum seni bangunan terutama masjid muncul kemudian.

Dalam bukunya, Mosques of Egypt : A Magnificent Celebration of Egypt's Rich Islamic Architectural Heritage, Bernard O'Kane memandu pembaca untuk berkeliling menjelajahi masjid-masjid paling bersejarah di Mesir, mausoleum, madrasah, mihrab, dan menara. Bangunan- bangunan yang dibahas dalam buku itu merupakan warisan Islam yang terentang selama 1.200 tahun, mulai dari peninggalan Dinasti Fatimiyah, Ayyubiyah, Mamluk, Turki Utsmani, dan periode modern.

Masjid Ibn Tulun di Kairo dibangun pada 876 M hingga 879 M. Kala itu, Ahmad Ibn Tu lun dikirim ke Mesir oleh pemimpin Islam yang beribukota di Baghdad. Mulanya, Ahmad Ibn Tulun ditugaskan menjadi Gubernur Fustat. Setelah dua tahun, ia mendirikan dinastinya sendiri.

Masjid Ibn Tulun sendiri terinspirasi dari Masjid Agung di Samarra, Irak, kota tempat Ibn Tulun dibesarkan. Meski demikian, puncak menara masjid yang berbentuk seperti tapal kuda sangat serupa dengan yang nampak pada Masjid Agung Cordoba di Spanyol.

photo
Masjid Ibnu Tulun

Pertama kali melihat, kita akan terpana oleh keagungan masjid yang tersusun dari bata dengan pintu-pintu besar itu. `'Meski banyak versi sejarah tentang masjid ini, Masjid Ibn Tulun tetap memiliki bentuk dasar arsitektur zaman itu. Dengan estetika yang bertahan sejak masanya hingga saat ini, Masjid Ibn Tulun bisa dibilang adikarya arsitektur dunia,'' tulis O'Kane dalam bukunya.

Masjid tertua lainnya di Kairo adalah Masjid Amr ibn al-As. Kurang dari 10 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, Islam mulai menyebar di Mesir pada 639 M melalui pasukan yang dipimpin Amr ibn al-As. Kemenangan pasukan Amr ibn al-As dirayakan dengan pendirian Kota Fustat, wilayah selatan Kairo modern saat ini. Di sanalah kemudian Amr ibn al-As membangun masjid yang kemudian diberi nama dirinya itu.

Masjid Amr ibn al-As tak hanya jadi masjid pertama di Mesir, tapi juga di Afrika. Sejak itu, Masjid Amr mengalami banyak perubahan. Restorasi Masjid Amr sempat dilakukan pada 2002. Hanya sedikit bagian bangunan sebelum abad 19 yang tersisa dari Masjid Amr.

`'Meski rasa masa lampau telah hilang dari Masjid Amr, tetap saja ada rasa bahagia mengunjungi masjid itu sebelum ramai oleh pengunjung lain,'' kata O'Kane.

photo
Masjid Amr ibn al-As

Masjid Amr adalah saksi kehadiran Islam di Mesir. Meski jejak masa lalunya mulai pudar, masjid ini masih saja memikat dan masih banyak orang yang shalat di sana terutama pada hari Jumat. Mayoritas masjid, madrasah, dan menara dalam buku O'Kane berada di Kairo.

Produser film mendiang John Feeney juga punya kesan tersendiri saat berada di kawasan Kota Tua Kairo. Menurut dia, tak ada satu pun tempat di dunia Islam yang punya peninggalan masjid beserta kubah dan menaranya seperti Kairo. Mencuat di tengah keramaian, bangunan-bangunan peninggalan abad pertengahan ini mendominasi langit Kairo.

`'Menara adalah hiburan tersendiri di Kairo. Ornamen Kairo, Kota Seribu Menara,''ujar Feeney.

Dalam bukunya, O'Kane juga memasukkan beberapa contoh peninggalan arsitektur Islam yang memesona di luar Kairo seperti di Esna. Di sana terdapat menara cantik, yakni Menara Emari atau Menara al-'Amir. Menara ini dibangun oleh pemimpin Dinasti Fatimiyah, Abu Mansur Sartakin pada 1801 M.

Menara ini memiliki bentuk dasar persegi dan dibangun dari material bata yang disisipi kayu dan jendela dengan bingkai yang puncaknya melengkung. Bagian atas menara dibuat silindris dengan balkon kayu. Bagian puncak menara ini berbentuk heksagonal dengan kubah di atasnya.

Menara indah lainnya bisa ditemukan di Masjid El- Mujahidin di Asyut. Menara ini merupakan satu dari sedikit bangunan bersejarah di luar Kairo yang masyhur di mata seniman Skotlandia abad 19, David Roberts.

Masjid lainnya yang juga menarik adalah Masjid New Gourna yang dibangun Hassan Fathy. Hassan Fathy merupakan arsitek gaya modern yang kondang di Mesir. Masjid New Gourna merupakan bangunan yang konstruksinya dikerjakan antara 1945 hingga 1948 M. Masjid ini juga masih terjaga baik sejak dibangun.

Karena posisi masjid ini menghadap jalan tol penghubung tepian Sungai Nil ke Lembah Raja dan Ratu yang jaraknya lima kilometer, desain menara dibuat hati-hati agar sejalan dengan nilai spiritual masjidnya.

`'Masjid New Gourna tidak terisolasi sendiri. Tapi, mereka yang shalat di sana bisa beribadah di tempat yang bersih dan tenang. Meski berada di bawah kubahnya, jamaah tak merasa terputus ikatannya dengan langit. Dari dalam, kubah akan terlihat seperti langit,'' kata Fathy dalam tulisannya.

Semula, Masjid New Gourna dirancang untuk jadi pusat kegiatan warga desa. Tapi, sekarang Masjid Gourna benar-benar terisolasi, hanya dikelilingi tanah kosong yang seharusnya jadi permukiman.

Rancangan Masjid New Gourna menunjukkan Fathy tak membedakan penggunakan bentuk simetris dan asimetris. Ia juga menjelaskan, betapa indahnya Kairo yang dikelilingi banyak menara.

`'Saya dikelilingi lima masjid, Alhamdulillah, sehingga saya merasa hidup di bawah naungan langit. Menara-menara ini membuatmu berpikir bahwa semua udara di sekitarmu begitu artistik dan membawa kenyamanan jiwa raga,'' kata Fathy.

Karya Hassan Fathy, arsitek modernis dari Mesir, menginspirasi bangunan lain di luar Mesir. Masjid Dar al-Islam di Abiquiu, New Mexico misalnya, menggunakan teknik serupa yang diterapkan Fathy untuk membangun masjid di New Gourna, yakni menggunakan material bata.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement