Senin 25 Jun 2018 15:11 WIB

Silaturahim Idul Fitri dalam Bingkai Ketakwaan

Tujuan ibadah puasa meningkatkan ketakwaan.

Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Prof KH Didin Hafidhudin

JAKARTA -- Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT, baru saja selesai melaksanakan ibadah shaum dan ibadah-ibadah lainnya pada bulan suci Ramadhan 1439 H yang penuh dengan keagungan, kemuliaan, dan keberkahan.

Mudah-mudahan, Allah SWT menerima segala amal ibadah yang kita lakukan sehingga kualitas ketakwaan kita pasca-Ramadhan ini akan makin meningkat, baik dalam dimensi hubungan vertikal dengan Allah SWT (hablum-minallaahi) maupun hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablum-minaannaasi).

Karena sebagaimana telah sama-sama kita ketahui, tujuan utama ibadah shaum Ramadhan adalah untuk meningkatkan kualitas ketakwaan tersebut. Sebagaimana firman-Nya dalam QS al- Baqarah ayat 183, Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Dalam sepekan terakhir ini, kita melihat juga suasana silaturahim Idul Fitri yang dilakukan oleh berbagai kalangan dan komunitas dengan harapan adanya kesediaan untuk saling memaaf kan antara satu dan yang lainnya.

Meskipun, sesungguhnya, dalam pandangan ajaran Islam, saling memaafkan antara sesama bukanlah amalan tahunan, melainkan setiap saat apabila dirasakan ada kekeliruan dan kesalahan. Saling memaafkan adalah salah satu perilaku utama orang-orang yang bertakwa.

Firman-Nya dalam QS Ali Imran ayat 134, "Dan orang-orang takwa itu adalah orang-orang yang suka berinfak, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang mampu menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain.

Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." Takwa dan silaturahim adalah dua hal yang tidak dipisahkan, saling melengkapi dan menyempurnakan. Takwa akan mendekati kesempurnaan jika disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk bersilaturahim

menguatkan persaudaraan dan menjauhkan diri dari perpecahan karena perpecahan akan mengakibatkan kelemahan dan kehancuran. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Mundziri, Ingatlah, maukah kalian aku ceritakan dengan suatu amal perbuatan yang lebih utama daripada shaum sunah, shalat sunah, dan sedekah?

Para sahabat menjawab, Tentu kami ingin mendapatkan penjelasannya." Rasulullah SAW bersabda, Yaitu mengislahkan dan menyilaturahimkan dua orang/kelompok yang saling bertentangan. Karena rusaknya hubungan itu ibarat tukang cukur (dalam sekejap bisa membuat habis rambut kepala)."

Kita merasakan bahwa situasi keumatan dan kebangsaan sekarang memerlukan penguatan silaturahim dan hubungan persaudaraan, apalagi tahun sekarang ini adalah tahun politik yang ditandai dengan akan adanya pilkada serentak pada 27 Juni 2018.

Kalau tidak disikapi dengan baik, bijak dan, dewasa, akan mudah sekali timbul pertentangan dan perpecahan yang membahayakan dan menggoyahkan sendi-sendi kesatuan dan persatuan bangsa yang juga akan berakibat pada melemahnya NKRI.

Dalam penguatan silaturahim Idul Fitri ini, yang dilandasi dengan ketakwaan, diperlukan beberapa syarat, antara lain, sebagai berikut: Pertama, setiap orang menyadari kekeliruan dan kesalahannya, termasuk kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan oleh para pejabat publik dan instansi yang berada pada kewenangannya.

Sebagai contoh, kita merasakan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum, nuansa tebang pilih dan diskriminatif sangat dirasakan, terutama oleh umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini.

Kekeliruan ini harus segera disadari dan diperbaiki. Hukum harus ditegakkan dengan memenuhi rasa keadilan tanpa pandang bulu. Rasulullah SAW pernah menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa apabila hukum dilaksanakan dengan tidak adil maka akan menyebabkan kehancuran bangsa (hadis sahih).

Ternyata, kehancuran yang sesungguhnya bukan semata-mata karena kemiskinan dan kefakiran, melainkan karena kezaliman atau ketidakadilan dalam penegakan hukum. Demikian pula dalam masalah ekonomi.

Kita merasakan adanya ketidakadilan, terutama penguasaan aset-aset negara oleh sekelompok para konglomerat tertentu, sehingga dirasakan adanya kesenjangan yang sangat lebar dan hal ini sangat membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih, jika aset-aset negara itu banyak dikuasai pihak asing.

Kedua, segenap anak bangsa di negeri ini, apa pun posisi dan jabatannya, harus selalu ber usaha menebarkan kedamaian dalam nuansa kebersamaan sebagai sebuah bangsa. Tidak boleh satu kelompok mencurigai kelompok yang lain hanya karena kelompok yang dicurigai ini sebagai kelompok kritis dalam memberikan masukan yang positif pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesungguhnya, setiap kita pasti membutuhkan kehadiran kelompok kritis ini yang dengan penuh perhatian dan berdasarkan fakta serta argumentasi yang benar memberikan masukan-masukan yang konstruktif untuk kepentingan bersama.

Apalagi, kelompok kampus, terutama para mahasiswa yang seharusnya memang bersikap kritis. Dalam perspektif ajaran Islam, setiap kita diperintahkan untuk melaksanakan tugas mulia, yaitu amar makruf nahi mungkar, menyuruh dan memelopori serta memberikan contoh dalam kebaikan.

Melarang dan tidak mau kompromi dengan segala bentuk kezaliman, kemaksiatan, dan pengkhianatan. Karena, jika dibiarkan tidak ada kegiatan amar makruf nahi mungkar, kezaliman, kemaksiatan, kekufuran, dan segala bentuk perbuatan buruk yang merusak akan makin merajalela.

Ketiga, silaturahim ini akan mempunyai makna positif ketika hati dan pikiran sejalan dengan ucapan dan perbuatan, tidak berpura-pura, bahkan lebih buruknya tidak bersifat munafik, lain yang diucapkan, lain pula yang dilakukan, lain yang dijanjikan, lain pula pemenuhannya.

Kepura-puraan ini hanya akan memperparah situasi dan kondisi berbangsa dan bernegara. Setiap kita dituntut untuk menyatukan kata dengan perbuatan, lisan dengan pikiran, agar kita menjadi bangsa yang jujur, amanah, dan produktif, bukan sebaliknya, menjadi bangsa yang hipokrit, khianat, dan penuh dengan kepurapuraan.

Ramadhan beserta seluruh ibadah yang menyempurna kannya dan silaturahim yang terjadi antara sesama kita yang me menuhi persyaratan tersebut sejatinya akan menjadikan kita bangsa yang bertakwa, memiliki kekuatan jasmani dan rohani, serta kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kekuatan ekonomi serta politik yang akhirnya menjadi bangsa yang kuat sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang secara tegas tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement