REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Leen, seorang ibu muda dari Suriah, belum pernah ke Damaskus sejak 2015. Setelah perang dimulai tujuh tahun lalu, suaminya telah memintanya untuk mengunjungi ibu kota Suriah dari Bahrain, tempat mereka tinggal.
Tahun ini, situasinya telah berbeda. Banyak warga Damaskus merayakan Idul Fitri dengan perasaan lega. Mereka tidak terbebani oleh ancaman pemberontak dan kelompok ekstrimis yang meluncurkan serangan mortir ke kota. “Saya sangat senang akhirnya bisa menghabiskan liburan yang aman di kampung halaman saya, dan kini saya dapat memperkenalkan putri kecil saya kepada keluarga,” kata Leen kepada Arab News.
Pada 21 Mei, tentara Suriah mengumumkan bahwa ibu kota dan lingkungannya sepenuhnya aman untuk pertama kalinya sejak 2011 setelah membersihkan benteng terakhir di Daesh, selatan ibu kota. Meskipun pusat Damaskus relatif tak tersentuh oleh kekerasan, ibu kota menjadi sasaran serangan misil, peluru mortir dan ledakan kendaraan. Ancaman itu biasanya meningkat selama liburan.
Daerah-daerah termasuk kamp pengungsi Palestina Yarmouk di Damaskus selatan, merupakan lokasi kampanye pemboman oleh rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad pada tahun-tahun awal konflik. Namun Damaskus dapat menikmati Idul Fitri yang relatif aman tahun ini. Kekerasan terus berlanjut di bagian lain negara itu, seperti Afrin, yang berada di bawah kendali Turki, Idlib, dan Suriah barat daya.
“Pada hari pertama Idul Fitri tahun lalu, ketika teman-teman saya dan saya sedang makan siang di Al-Qaymariyah — lingkungan kuno di Kota Tua, kami mendengar peluit dari rudal yang kemudian meledak di dekatnya,” kata Zaid, yang merupakan seorang apoteker.
Dia merasa senang tidak ada hal semacam itu lagi yang mungkin terjadi pada Idul Fitri kali ini. "Saya berencana pergi ke Bab Tuma (gerbang kota kuno ke Damaskus Tua, Red), yang hampir menjadi target harian untuk serangan rudal pemberontak," katanya.
Anak-anak pun merasakan perbedaan yang terjadi pada Idul Fitri tahun ini. Fadia, dan saudara laki-lakinya yang berusia 8 tahun, Taym, ingin menghabiskan Idul Fitri dengan bermain di luar. "Mama tidak pernah mengizinkan kami pergi ke taman hiburan selama Idul Fitri. Kami hanya bermain di dalam mal atau di rumah," kata Adia.
Nermeen Al-Kurdi, seorang mahasiswa teknik pertanian yang telah menjadi sukarelawan untuk membantu keluarga-keluarga pengungsi di Adra timur laut Damaskus, mengatakan dia tidak bisa keluar sebelum liburan karena jalanan macet dan dipenuhi orang-orang. "Ini adalah liburan aman pertama di Damaskus setelah beberapa tahun lamanya, dan semua orang ingin keluar," kata Narmeen.
Kelompok relawan di Adra telah memasang slide dan ayunan untuk anak-anak keluarga pengungsi. Hal ini agar mereka dapat menikmati Idul Fitri, setelah perang merenggut masa kanak-kanak yang normal dari mereka.
Namun bagi banyak warga Suriah lainnya, penderitaan dan kengerian konflik terus berlanjut. Sandara Al-Moussa, seorang mahasiswa arsitektur di Universitas Damaskus, percaya bahwa liburan ini tidak akan berbeda bagi banyak keluarga.
"Meskipun babak terakhir perang di Damaskus telah ditutup, banyak keluarga yang tidak akan dapat menikmati Idul Fitri ini, karena perang telah merampas kebahagiaan dan orang-orang yang mereka cintai," kata Sandara.
Dia mengatakan, kegembiraan Idul Fitri bersinar dari dalam. "Ketika seseorang puas mengetahui keluarganya dan orang yang dicintai aman, mereka pasti akan menikmati Idul Fitri dengan bahagia," ujarnya.
Dia menyebut Idul Fitri yang ditunggu semua orang Syiria adalah hari ketika perang berakhir di negara itu. Idul Fitri juga waktu untuk mengingat bahwa jutaan warga Suriah tetap terlantar, banyak di antaranya mencari suaka di negara lain.
Pada 2016, PBB mengidentifikasi 13,5 juta warga Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan. Lebih dari enam juta di antaranya adalah pengungsi internal. Sementara hampir lima juta adalah pengungsi di luar negeri. Perang telah menewaskan lebih dari 400 ribu orang.