REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita kelahiran Glasgow, Inggris, Alana Blockley menghabiskan waktunya sehari-hari dengan belajar dan bekerja setengah hari.Sebuah universitas di negeri kerajaan tersebut menjadi tempatnya belajar.
Selesai belajar, dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kehidupannya tak seperti temantemannya yang hanya mengandalkan uang dari orang tua.
Blockley berupaya tampil sebagai sosok mandiri, yang tidak sepenuhnya bergantung pada orang lain, sehingga dia lebih siap untuk menjadi manusia dewasa yang melanjutkan kehidupan. Suatu ketika dia melepas kepenatan dan kejenuhan dengan berlibur di Spanyol, negeri tempat Islam berkembang pada abad ke-11 hingga menuju era renaissance. Di sana dia bertemu dengan masyarakat dengan latar belakang keyakinan berbeda, teman-teman Muslim.
Bergaul dengan teman berkeyakinan lain bukan hal baru. Hal itu sudah dijalaninya sejak kecil. Mereka membaur dalam permainan dan saling mencurahkan isi hati serta membuat kelompok belajar bersama untuk menyelesaikan tugas sekolah. Oleh karena itu , Blockley sudah tidak asing dengan agama lain, seperti Islam.
Lagi pula, agama itu sudah berkembang di Inggris sejak ratusan tahun lalu. Perkembangan Islam di negeri tersebut tak lepas dari hubungan diplomatik dengan Maroko dan berbagai negara Timur Tengah. Hubungan perdagangan kedua pihak ternyata berkembang menjadi hubungan keyakinan, sehingga banyak masyarakat Inggris yang memeluk Islam.
Namun Blockley bukan sosok yang memahami sejarah perkembangan Islam di negerinya. Wanita muda itu hanya mengetahui Islam sebatas agama atau keyakinan. Omongan dan persepsi masyarakat tentang Islam yang buruk maupun sebaliknya, juga dia terima.
Sering dia mendengar orang menghakimi Islam sebagai agama yang identik dengan terorisme dan radikalisme. Namun dalam kunjungannya ke Spanyol dia tidak dapat menemukan secuil pun bukti Islam berkaitan dengan kekerasan, rigid, dan asosial.
Perjalanan wisata itu seakan menunjukkan kepadanya bahwa persepsi orang banyak tentang Islam yang negatif jauh dari kebenaran, tidak faktual, dan cenderung mengada-ada.
Wisata tersebut ternyata bukan hanya membahagiakan diri, tapi juga jiwanya yang selama ini mengalami kehampaan dan kerinduan kepada Ilahi Rabbi. Hati kecilnya mulai menanyakan apa itu keimanan, agama, konsep Tuhan, alam setelah dunia, pahala, dan yang paling utama, mengatasi kerinduan Ilahi Rabbi yang terus meresahkan hati.
Rindu kepada kekasih hanya akan membuat seseorang tak bisa tidur, enggan makan, atau malas. Kerinduan kepada Sang Pencipta membuat hati penuh kehampaan, kegelisahan yang memuncak, membawa diri kepada kesedihan yang tak terbayangkan.
Blockley mulai merasakan kehampaan hati semacam itu. Setelah kembali ke Glasgow, dia mulai mendalami Islam. Dia menghimpun berbagai informasi mengenai agama tersebut baik melalui buku maupun artikel bebas di dunia maya.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2010, dia memantapkan diri untuk bersyahadat secara diam-diam di sebuah masjid. Hanya temannya yang Muslim mengetahui hal tersebut. "Saya sangat gugup melakukan ini karena saya tidak memberi tahu siapapun dan hanya teman muslim saya yang mengetahuinya,"jelas wanita muda tersebut menceritakan perjalanan spiritualnya memeluk Islam.
Ketika itu umat Islam akan menyambut kedatangan bulan yang paling mulia, Ramadhan, bulan yang mengharuskan mereka untuk berpuasa dan menggiatkan ibadah. Blockley sangat gembira dan tak sabar hendak menjalankan ibadah itu.
Namun dia khawatir orang tuanya yang masih non-Muslim akan bertanya-tanya, mengapa dia tidak makan dan minum seperti biasa. Terlebih ketika berpuasa, berat badannya sedikit menyusut. Blockley berencana memberitahukan keyakinannya yang sudah memeluk Islam. Dia memberanikan diri menyampaikan keinginan tersebut.
Pada mulanya mereka terkejut, tapi lambat laun ayah dan ibunya memahaminya, bahkan senang mengetahui pendirian anaknya. Kedua orang tuanya bahkan menyetujui ijtihad Blockley untuk berjilbab, menutup aurat dan menunjukkan identitas sebagai Muslimah.
"Setelah saya masuk Islam, gagasan saya tentang hubungan antara pria dan wanita memang banyak berubah. Sebelumnya saya hanya melihat apa yang media katakan, tapi kini harus memverifikasi dan membuktikan apa yang dikatakan orang" jelasnya.
Sebelum memeluk Islam, Dia mendengar persepsi wanita muslim kerap disiksa pria. Selain itu wanita menutup aurat adalah pemaksaan dan pria tidak pernah menghormati wanita. Setelah memeluk Islam, Blockley kemudian mempelajari jilbab dan mengerti mengapa wanita memakai jilbab. Dia semakin memahami bahwa menutup aurat merupakan cara menjaga muruah wanita.
Menikah Setelah memeluk Islam, dia menikah dengan seorang pelayan asal Maroko Abdel Hadi Assabre. Kini dia benar-benar mandiri, hidup bersama suami, membangun keluarga harmonis.
Pertemuan keduanya berlangsung saat Blockley bekerja di Lanzarote sekitar dua pekan selama musim panas. Saat itu dia ingin melakukan segala kegilaan dan minum minuman. Namun anehnya rencana itu tak dilakukan berkat kucing kesayangannya.
Saat dia kuliah di Cardonald College dan bekerja sebagai penjaga rumah, kucingnya menjadi korban kecelakaan. Dia harus menghabiskan biaya untuk perawatan kucingnya. Dia pun tidak jadi menghabiskan liburan musim panas.
Rencana ke Lanzarote pun batal karena cuaca buruk sehingga penerbangannya dibatalkan. Ada dua pilihan untuk dia bepergian: Fuerteventura dan Turki. Dia pun memilih Fuerteventura. Di sanalah dia bertemu Abdel yang kini menjadi suaminya yang bekerja sebagai tukang kebun hotel.
Abdel langsung melamar Blockley. Pada kunjungan kedua, wanita itu menerima lamaran Abdel, karena karakternya. Ketika Blockley menjaga toko, ada pembeli yang memberikan uang lebih, tetapi Abdel mengingatkan untuk mengembalikannya.
Sejak saat itu, Blockley merasa bahwa dia telah menemukan orang yang tepat. Pernikahan pasangan ini berlangsung di Fuerteventura. Pesta pernikahan juga digelar pada akhir 2016.
Membantu mempelajari Islam Setelah menikah, sang suami banyak mengajarkannya tentang Islam. Perubahan jalan hidup yang ditempuh Blockley sangat mempengaruhi masa depannya. Dia pun tak ingin memeluk Islam asal-asalan. Memahami dan menjalankan Islam secara komprehensif adalah cita-citanya.
Awalnya dia merasa panik karena ada perubahan besar pada dirinya. Kesulitannya dialami saat pergi ke pesta pernikahan atau pesta ulang tahun teman-teman nya yang kerap mengajaknya bersenang-senang sambil menenggak minuman beralkohol. Kini Blockley hanya bisa bertegur-sapa, tak bisa lagi melakukan kebiasaan lama yang terlarang itu.
Namun hal tersebut tak membuat persahabatannya hilang. Masing-masing mereka menghargai perbedaan keyakinan dan hidup yang harus dijalani. Komunikasi mereka terus berlangsung. Dalam berinteraksi dengan masya rakat, mereka sebisa mungkin bersikap baik.
Blockley selalu berbicara sopan dengan orang lain, sehingga dia tidak pernah mendapat komentar negatif. Dia pun berusaha menghindari konflik dengan masyarakat sekitar yang mungkin saja merasa kurang nyaman, bahkan membenci Muslim.
Blockley mengaku paham benar mengenai Glasgow yang menjadi tempatnya dilahirkan. Dia khawatir ketika sesuatu terjadi padanya, tidak dapat membela diri. "Saya akan mengalami stres dan kesal. Aku tahu apa itu Glasgow,"jelasnya.
Namun berbagai halangan dan tantangan yang dihadapi justru menjadi motivasi yang kuat bagi dirinya untuk tetap konsisten menjadi Muslimah. Dia selalu meyakini Islam sebagai pandangan yang menginspirasi kehidupan.