REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi II meminta agar aturan terkait tunjangan hari raya bagi aparatur sipil negara dapat diperjelas. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Nihayatul Wafiroh, mengatakan secara prinsip tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban negara sebagai bentuk apresiasi kinerja untuk aparatul sipil negara (ASN).
Sehingga ASN berhak menerima THR. Secara teknis, pasal 4 ayat (1) PP 19 2018 mengatur soal pemberian THR pada bulan Juni tahun ini. Namun ada Opsi di ayat (2) apabila THR belum dapat dibayarkan bulan ini, maka dapat dibayarkan pada bulan berikutnya.
"Ini artinya kita mesti tahu dulu kendala apa yang dihadapi Pemda seandainya THR tidak bisa cair bulan ini, kalau pun memang demikian ada opsi dicairkan pada bulan bulan berikutnya," kata dia pada Republika.co.id, Kamis (7/6).
Menurutnya, Pasal 9 PP jelas mengatakan bahwa sumber pendanaan THR berasal dari APBN untuk ASN pusat dan APBD untuk ASN Daerah. Jadi sebaiknya pemda melaksanakan PP tersebut.
Meski demikian, pemerintah harus tetap mengeluarkan aturan yang jelas, seperti dari dana mana THR dan gaji 13 diambil. Aturan tersebut perlu dididetailkan karena selama ini hanya aturannya pokoknya dari dana APBD saja.
Lalu bila keuangan daerah tidak siap, pemerintah juga harus mencarikan solusi, agar nanti pemerintah daerah tidak salah melangkah. Menurut anggota DPR dari Dapil Jawa Timur III ini, Kementerian Tenaga Kerja memiliki posko pengaduan jika ada masalah terkait pemberian THR ASN.
Meski demikian, ibu yang akrab disapa Ninik ini mengatakan belum ada keluhan masuk dari PNS, yang ada adalah dari tenaga honorer. DPR juga terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait dalam memantau kebijakan, seperti dengan Kemendagri dan Kemenpan.
"DPR terus mendorong pemerintah untuk membuat aturan yang jelas, dan pemerinrah daerah benar-benar bisa melaksanakan instruksi presiden," kata anggota fraksi PKB ini.