REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin menjelaskan, nama dalam daftar mubaligh versi Kemenag masih kemungkinan bertambah.
Kemenag baru membicarakan mekanisme penambahan tersebut bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tapi, sejauh ini, belum ada jumlah dan nama mubaligh yang pasti akan dimasukkan dalam daftar. "Masih dalam tahap perbincangan," ujar Amin ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/5).
Penambahan ini dikarenakan belum semua organisasi masyarakat (ormas) mengirimkan nama-nama mubaligh yang mereka rekomendasikan untuk daftar pertama. Ormas yang terlibat di antaranya Nadhlatul Ulama (NU), Muhammadiyah bersama dengan sejumlah perguruan tinggi serta masjid seperti Perguruan Tinggi Ilmu Al-quran (PTIQ), Istiqlal, dan At-Tin.
Pengumpulan nama untuk daftar 200 mubaligh yang sudah direkomendasikan Kemenag pada pekan lalu tidak terjadi secara spontan. Menurut Amin, pihaknya sudah lama mengajukan permintaan melalui surat ke sejumlah ormas untuk memberikan usulan mubaligh. "Jadi, 200 nama yang ada dalam daftar itu murni ajuan dari ormas," tuturnya.
Amin menegaskan, pihaknya tidak melakukan seleksi terhadap mubaligh yang direkomendasikan tiap ormas tersebut. Nama-nama itu muncul bukan atas penilaian internal Kemenag, melainkan murni nama yang disampaikan kepada Kemenag oleh ormas, masjid dan institusi. Tapi, Kemenag tetap melihat latar belakang pendidikan dan kiprah dakwah tiap mubaligh.
Setelah nama-nama mubaligh dikumpulkan, setidaknya ada tiga hal menjadi poin yang penting untuk dicermati. Pertama, mereka-mereka yang betul mumpuni dalam arti menguasai secara mendalam dan luas tentang substansi ajaran Islam.
Selain itu, mubaligh juga memiliki pengalaman yang cukup besar sebagai penceramah dan mempunyai komitmen tinggi terhadap kebangsaan. Untuk tiga poin tersebut, Amin berharap, mubaligh yang masuk daftar bisa menjalankannya dengan komitmen tinggi.
Baca juga, Menteri Agama Mohon Maaf Soal 200 Mubaligh.
Sejauh ini, Amin mengakui, Kemenag belum ada data jumlah pasti mubaligh di Indonesia. Kecuali, penyuluh agama islam yang PNS dan penyuluh agama islam honorer di seluruh pelosok tanah air. "Totalnya mencapai sekitar 49ribu, baik PNS maupun honorer," ujarnya.
Amin menjelaskan, tidak terbersit dalam pikirannya bahwa daftar 200 mubaligh ini akan menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Sebab, apa yang Kemenag lakukan bertujuan memenuhi permintaan masyarakat dalam memudahkan bagi mereka-mereka yang membutuhkan nama mubaligh.
Apabila ada satu dua orang yang memilih namanya tidak dicantumkan, Amin berjanji untuk memperbaikinya. "Lagi-lagi, Kemenag adalah kementerian yang ingin lebih dekat melayani," ucapnya.
Senada dengan Amin, Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid memastikan bahwa nama-nama mubaligh dalam daftar murni usulan dari beberapa pihak. Nama-nama tersebut sifatnya masih sementara, jadi belum final.
Dalam hasil pertemuan Zainut dengan Menag Lukman Saifuddin, Selasa (22/5) pagi, Kemenag akan terus memperbaharui dan menambah daftar mubaligh. Sebab, tidak mungkin Indonesia yang sangat luas dan besar jumlah penduduknya hanya dilayani 200 mubaligh. "Untuk penambahan nama, Kemenag akan terus berkonsultasi dengan MUI dan ormas Islam," ucapnya.
Dalam 200 daftar nama mubaligh yang dirilis Kemenag, sejumlah nama mubaligh kondang masuk ke dalam daftar tersebut. Mereka antara lain Ustaz Yusuf Mansur, KH Abdullah Gymnastiar, KH Cholil Nafis, KH Didin Hafidhuddin, Ustaz Hidayat Nur Wahid, Prof Mahfud MD, KH Said Aqil Siroj, dan KH Nasaruddin Umar.