REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Grand Sheikh al-Azhar Ahmad Muhammad att-Thayyib meminta Muslim di Indonesia lebih memperhatikan masalah pengetahuan dibanding hal lainnya. Ia menyayangkan jika umat Islam hanya berfokus pada dinamika politik yang terjadi saat ini dan meninggalkan aktivitas keilmuan.
"Saya berharap kita memperhatikan masalah tentang pengetahuan dengan perhatian yang sangat, literasi-literasi Islam, dan memperhatikannya dengan saksama, yang sangat disayangkan bilamana kita memperhatikan politik, namun kemudian kita meninggalkan aktivitas keilmuan kita," kata Grand Sheikh di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Rabu (2/5).
Pernyataan Grand Sheikh al-Azhar itu merespons sejumlah peserta yang menyampaikan pertanyaan menarik seputar sikap al-Azhar jika lulusan al-Azhar menjadi presiden RI. Peserta pertama menanyakan sikap al-Azhar bilamana presiden Indonesia seorang lulusan al-Azhar, sementara peserta kedua menyampaikan harapannya agar lulusan al-Azhar di Indonesia dapat menjadi kepala negara RI. Sebab, jelas penanya kedua, pada tahun 1970-an banyak lulusan al-Azhar yang menjadi kepala negara di sejumlah negara.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, sejumlah tokoh turut hadir, di antaranya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur NTB yang juga alumni al-Azhar Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, serta para pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Kunjungan Grand Sheikh al-Azhar ke UMS selain untuk mengisi tausiyah juga untuk mempererat hubungan antara Muhammadiah dan al-Azhar.
Setelah dari UMS, Grand Sheikh al-Azhar langsung bertolak ke Ponpes Putri Gontor di Ngawi, Jawa Timur. Sehari sebelumnya, Grand Sheikh menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim dunia di Bogor serta bertemu dengan Ikatan Alumni al-Azhar Indonesia.