Ahad 29 Apr 2018 14:16 WIB

Kiai Didin: Kemampuan Literasi Masyarakat Perlu Diperkuat

Masyarakat punya minat baca tapi tak punya daya baca.

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS
Foto: Dok SBBI
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah gencarnya informasi hoaks di media sosial saat ini, kemampuan literasi masyarakat sangat penting untuk ditingkatkan. Dengan literasi yang kuat, masyarakat diharapkan bisa mengolah serta memahami informasi pada saat menulis ataupun membaca di media sosial.

Namun, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Didin Hafidhuddin melihat, masyarakat di zaman milenial ini banyak yang lebih suka membaca informasi sepenggal, tapi malas untuk membaca sesuatu secara mendalam.

Karena itu, dia menyebut dengan istilah baru bahwa masyarakat saat ini mempunyai minat baca, tapi tidak mempunyai daya baca. "Saya punya istilah baru, masyarakat kita itu punya minat baca, tapi tidak punya daya baca," ujar Didin saat ditemui republika.co.id di Kantor MUI Pusat belum lama ini.

Didin menuturkan, masyarakat saat ini lebih suka membaca pesan What'sApp (WA) berjam-jam lamanya, tapi sangat jarang untuk membaca buku secara mendalam. Kondisi ini berbeda dengan masyarakat yang hidup sebelum banyaknya sarana media sosial.

"Dia tidak punya daya baca dalam pengertian membaca buku, membaca sesuatu yang lebih berat dan bermakna. Sekarang itu baru satu halaman sudah terasa capek," ucapnya.

Karena itu, Didin yang juga sebagai Guru Besar Agama Islam tidak ingin masyarakat sekarang dialihkan kepada sesuatu atau informasi yang sifatnya lebih instan. "Ini kan instan, yang belum tentu juga kebenarannya bisa dipertanggung jawabkan. Jadi saya khawatir dampak otak generasi mendatang ini, otaknya otak instan karena terbiasa membaca sesuatu berita yang sepenggal-sepenggal," katanya.

Sementara itu, terkait maraknya informasi hoaks saat ini MUI sendiri sudah mengeluarkan fatwa agar masyarakat tidak menyebarkan hoaks atau fitnah. Namun, menurut Didin, masyarakat sekarang masih cenderung lebih percaya informasi dari media sosial daripada berita-berita asli dari situs berita.

"Karena itu, kita berharap media sosial ini dipergunakan untuk hal-hal yang poisitif dan kita berharap dengan adanya fatwa ini mudah-mudahan bisa menjadi aturan supaya tidak terlalu bebas.Tapi itu susah juga karena setiap orang punya hak. Karena itu, sekali lagi kita (MUI) hanya bisa mengimbau, tidak punya daya eksekusi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement