REPUBLIKA.CO.ID,BANDA ACEH -- Sebuah perahu yang membawa 76 Muslim Rohingya mendarat di Indonesia bagian barat laut pada Jumat (20/4). Pihak berwenang menyebutkan itu termasuk delapan anak dan 25 wanita. Mereka menderita berbagai tingkat kelelahan dan dehidrasi.
"Mereka berlabuh di pelabuhan kami secara sukarela dan kami telah memberi tahu imigrasi dan polisi tentang hal itu," kata Wakil Bupati Bireuen MuzakkarA. Gani, sebuah kabupaten di pantai di timur laut pulau Sumatra di mana kapal itu tiba.
Ini adalah yang terbaru yang dikhawatirkan kelompok hak asasi manusia akan menjadi gelombang penyeberangan laut yang berbahaya. Kelompok hak asasi manusia mengatakan pekan lalu bahwa sebuah kapal yang membawa 70 Rohingya telah meninggalkan Myanmar menuju ke Malaysia. Tetapi tidak segera jelas apakah itu kapal yang sama yang mendarat di Aceh tersebut.
Bulan ini, nelayan Indonesia menyelamatkan sedikitnya lima orang Rohingya dari Sumatra. Media melaporkan bahwa lima orang lain telah meninggal di laut.
Puluhan ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar lewat laut menyusul pecahnya kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar barat pada tahun 2012. Mereka menjadi anggota minoritas yang teraniaya di Myanmar, yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Eksodus itu mencapai puncaknya pada tahun 2015, ketika diperkirakan 25 ribu orang melarikan diri melintasi Laut Andaman untuk pergi ke Thailand, Indonesia dan Malaysia. Banyak dari mereka yang akhirnya tenggelam di kapal yang tidak aman dan kelebihan beban.
Tahun lalu, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia dan PBB, sekitar 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dari rumah mereka di Myanmar ke Bangladesh setelah serangan-serangan militan Rohingya pada bulan Agustus memicu tindakan keras militer. Tindakan militer Myanmar itu disebut pembersihan etnisoleh negara-negara PBB dan Barat.
Myanmar yang mayoritas beragama Budha menolak tuduhan itu. Pihaknya mengatakan pasukannya telah melancarkan kampanye sah melawan "teroris" yang menyerang pasukan pemerintah.
Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, biasanya menerima pencari suaka yang tiba dengan perahu. Akan tetapi mereka memiliki hak terbatas dan banyak yang akhirnya menghabiskan waktu bertahun-tahun di kamp-kamp dan pusat-pusat penahanan.