Jumat 20 Apr 2018 15:01 WIB

Dorongan Teologis dalam Kajian Matematika Peradaban Islam

Kajian matematika dibutuhkan untuk memecahkan masalah terkait waris.

Ilmuwan Muslim (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada prosesnya, perkembangan kajian matematika tak sepenuhnya dipicu tradisi keilmuan. Namun, perdebatan teologis pun ikut berpengaruh, terutama saat pemerintahan Dinasti Aghlabid antara 800 hingga 910 Masehi. Perdebatan teologis ini mengundang kaum intelektual membanjiri Ifriqiya, Kairouan.

Di antara kaum intelektual tersebut, terdapat Abu Sahal. Ia berada dalam jajaran sejumlah pakar matematika, khususnya yang piawai dalam aritmatika dan geometri. Kemampuan mereka dibutuhkan untuk memecahkan serangkaian masalah yang terkait dengan pengukuran tanah atau perhitungan waris.

Pemerintahan berkuasa saat itu, yang berasal dari Dinasti Aghlabid, juga memberikan dukungan penuh pada bidang keilmuan. Mereka membiayai penyalinan, pembelian, dan penerjemahan buku; menambah jumlah sarjana; serta membangun lebih banyak lembaga pendidikan.

Mereka pun menjalin hubungan erat dengan kekhalifahan di Baghdad. Bahkan, mereka mencoba mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya yang juga berkembang pesat di Baghdad. Maka, pemerintahan Dinasti Aghlabid saat dipimpin Ibrahim II (875-902) pun membangun Bayt al-Hikmah.

Nama tersebut sama dengan nama lembaga keilmuan di Baghdad yang dibentuk khalifah dari Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rasyid, yang berkuasa pada 786 hingga 809. Bayt al-Hikmah yang ada di Maghrib menarik minat pakar matematika, astronom, serta astrolog, seperti at-Talla dan Uthman as-Sayqal.

Dukungan pemerintah pada pengembangan tradisi keilmuan yang dilakukan pada masa Aghlabid juga berlanjut saat kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Hal ini terlihat pada dua dekade pertama masa kekuasaan Khalifah al-Mu'izz yang berkuasa pada 953 hingga 975 Masehi.

Memasuki abad kesepuluh, kata Ahmed Djebbar, tak banyak dokumen yang ditemukan, bahkan tak banyak menyingkap bagaimana kegiatan keilmuan berjalan. Para penulis biografi hanya mengungkapkan segelintir figur yang diketahui bergelut dengan matematika dan mereka yang tertarik dengan bidang tersebut.

Djebbar menyebutkan sejumlah nama, yaitu al-Utaq al-Ifriqi yang meninggal pada 955 Masehi, Ya'qub ibnu Killis yang meninggal pada 990 Masehi, dan cendekiawan lainnya al-Huwari. Ada lebih banyak informasi mengenai kajian matematika pada abad ke-11.

Pakar matematika di Maghrib pada abad tersebut adalah Ibnu Abi Rijal. Ia tak hanya menguasai matematika, tetapi juga astronomi. Ia pun menulis beberapa karya mengenai dua bidang yang dikuasainya. Di sisi lain, ia tertarik pula mempelajari astrologi.

Bahkan, ketenaran Abi Rijal menembus Eropa. Ia mulai dikenal di sana sejak abad ke-12 melalui bukunya yang berjudul al-Bari fi Ahkam an-Nujum atau The Briliant Book on Judgements of the Stars, yang diterjemahkan oleh Constantine the African. Pakar matematika ternama lainnya adalah Abu Salt.

Banyak pakar matematika yang memiliki nama lain, tetapi kurang dikenal. Mereka adalah Abd al-Mun'im dan Ibnu Atiya al-Katib. Mereka menguasai geometri dan aritmatika. Tak diketahui, apakah mereka membuat karya yang menjadi rujukan dan sejauh mana peran mereka dalam pengembangan matematika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement