REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merebaknya kecintaan terhadap buku, melahirkan banyak perpustakaan. Ada perpustakaan umum tapi banyak pula milik pribadi. Tak sedikit, kaum cendekiawan yang berburu buku. Lalu, mereka menempatkannya di sebuah ruang khusus yang akhirnya menjelma menjadi perpustakaan.
Banyak buku yang menjadi koleksi mereka merupakan buku salinan. Sebab, saat itu percetakan belum berkembang. Perpustakaan yang berawal dari koleksi buku di antaranya adalah perpustakaan milik Bulmuzaffar Ibnu Mu'arrif, seorang sastrawan dan filsuf.
Bulmuzaffar dikenal sebagai kolektor buku, juga seorang pembaca sekaligus penyalin buku yang sangat tekun. Penulis biografi dan ahli logika, Sadid Al Din, menggambarkan ruangan di dalam rumah Bulmuzaffar yang sangat luas dan dipenuhi ribuan buku. Itulah perpustakaan Bulmuzaffar.
Di ruang perpustakaan miliknya, Bulmuzaffar sering menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan menyalin buku. Dia memiliki koleksi buku dari berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dan di setiap halaman depan bukunya tertulis anekdot yang berkaitan dengan isi buku tersebut.
Nama lainnya adalah Mubasysyir Ibnu Fatih, seorang sastrawan dari Mesir. Ia hidup pada masa Khalifah Al Muntashir dari Bani Fatimiyah. Untuk menambah koleksi buku perpustakaannya, ia menulis buku sejarah tentang Khalifah Al Muntashir, yang berkuasa antara tahun 1036 hingga 1094, dalam tiga jilid.
Mubasysyir adalah murid para ilmuwan terkenal seperti Ali Ibnu Ridwan yang ahli di bidang kedokteran, Ibnu Al Haytham dalam bidang astronomi, fisika, dan optik, serta Ibnu Al Amidi yang ahli dalam bidang filsafat. Demikian pula dengan Abu al Hasan Ibnu Abu Jarada.
Ia mengoleksi buku dan kemudian mendirikan perpustakaan. Ia sering pula menyalin sendiri buku-buku berharga yang kemudian menjadi bagian dari koleksi buku di perpustakaan miliknya.