REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pimpinan pesantren yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I), dan Forum Pesantren Alumni (FPA) Gontor mempunyai keinginan agar pesantren memiliki regulasi setingkat undang-undang.
Hal ini ditegaskan para pemimpin pesantren saat menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Kegamaan dan Pondok Pesantren di Jakarta, Selasa (17/4) kemarin. DIM RUU kemudian disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pembahasan RUU Pendidikan Kegamaan dan Pondok Pesantren yang saat ini masih dalam pembahasan di Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Mengenai langkah para pimpinan pesantren tersebut, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Ahmad Zayadi mengapresiasi dan memberikan dukungannya. Menurut Zayadi, regulasi setingkat undang-undang sangat dibutuhkan karena akan memberi jaminan terhadap keberlangsungan pendidikan keagamaan dan pesantren.
Kepentingan kita dengan undang-undang adalah adanya jaminan pelaksanaan pendidikan, sehingga tidak ada praktek disrkiminatif," ujar Zayadi dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (18/4).
Zayadi menuturkan, selama ini masih ada pemahaman jika pesantren hanya pendidikan murni dan disetarakan dengan sekolah formal lainnya dan tidak dipahami sebagai lembaga keagamaan bahkan sosial kemasyarakatan. Kesan tentang kondisi kepesantrenan hanya bisa dipahami oleh orang-orang pesantren dan telah lama bergelut dengan pesantren.
"Tetapi ketika berhadapan dengan orang lain, ternyata pesantren hanya dipahami sebagai pendidikan murni, padahal kepentingan masyarakat dengan didirikannya pesantren adalah spesialisasi pendidikan keagamaan," jelasnya.
Karena itu, Zayadi menjelaskan pesantren selain lembaga pendidikan juga sebagai lembaga keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Namun, hal ini perlu didukung dengan regulasi setingkat undang-undang
"Dengan adanya regulasi, maka program dan anggaran akan memiliki keperpihakan secara nyata kepada lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren, semisal Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk pesantren," kata Zayadi.