Selasa 27 Mar 2018 23:01 WIB

Al-Muwatta': Karya Fenomenal Sang Imam

Al-Muwatta', kitab fikih yang disusun berdasarkan himpunan hadis-hadis pilihan.

Imam Maliki (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Maliki (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai ahli hadis dan fikih, Imam Maliki banyak menuliskan pikiran-pikirannya dalam berbagai karya. Dari seluruh karyanya, salah satu yang termasyhur adalah Al-Muwatta', kitab fikih yang disusun berdasarkan himpunan hadis-hadis pilihan. Kitab ini merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadis ulama di kalangan Sunni) dan menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer.

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al-Muwatta' tak akan lahir bila Imam Maliki tidak dipaksa Khalifah Al-Mansur, penguasa khilafah Islamiyah saat itu. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al-Mansur meminta Imam Maliki mengumpulkan hadis dan membukukannya. Awalnya, Imam Maliki enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al-Muwatta'. Kitab ini ditulis pada masa pemerintahan Khalifah Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Khalifah Al Mahdi (775-785 M).

Dunia Islam mengakui Al-Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan kitab fikih yang berisi kumpulan hadis paling sahih yang dipilih dengan penelitian sumber yang amat cermat. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadis. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Maliki hanya memasukkan 1.720 hadis.

Imam Maliki menyusun kitab ini menjadi dua bagian. Bagian pertama mengenai perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW (juga dikenal sebagai sunnah) serta riwayat perkataan dan perbuatan Nabi tersebut (hadis). Kedua, mengenai pendapat dan keputusan resmi sahabat Nabi, penerus mereka, dan beberapa ulama kemudian.

Khalifah Harun Al-Rasyid ingin menetapkan Al-Muwatta' sebagai pegangan utama di negara Islam itu dan menggantungkannya di dinding Ka'bah. Imam Maliki pun melarangnya dengan mengutip hadis bahwa perbedaan pendapat di antara umat Islam itu adalah rahmat. Imam Maliki juga mengatakan, kalau pendapatnya bertentangan dengan Alquran dan sunnah, hendaknya pendapat itu ditinggalkan.

Dalam menyusun kitab Al-Muwatta', Imam Maliki tidak memberikan nomor. Baru di kemudian hari beberapa pihak menambahkan nomor pada kitab Al-Muwatta' untuk memudahkan perujukan hadis. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al-Muwatta', Imam Maliki juga menyusun kitab Al-Mudawwanah al-Kubra yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Maliki atas berbagai persoalan yang dijadikan rujukan Mazhab Maliki. Kitab lain yang dijadikan rujukan pengikutnya (Mazhab Maliki) adalah Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan al-Risalah fi al-Fiqh al-Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Ashl al-Madarik Syarh Irsyad al-Masalik fi Fiqh al-Imam Malik (karya Shihabuddin al-Baghdadi), dan Bulgah al-Salik li Aqrab al-Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi).

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement