REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menginstruksikan kantor wilayah (kanwil) provinsi/kabupaten/kota memperketat pengawasan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro perjalanan di masing-masing daerah.
Hal itu menindaklanjuti penerbitan Peraturan Menteri Agama (PMA) Momor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Regulasi itu merupakan pengganti PMA Nomor 18 Tahun 2015.
"Kanwil kabupaten/kota/provinsi sebagai perpanjangan Direktorat PHU (Penyelenggara Haji dan Umrah) melakukan pengawasan biro umrah yang ada di wilayah masing-masing," kata Direktur Jenderal PHU kemenag Nizar Ali di Jakarta, Selasa (27/3).
Ia mengklaim selama ini, Direktorat PHU memantau biro perjalanan umrah dan haji khusus. Selain itu, terdapat subdit pengawasan untuk memperketat pemantauan tersebut.
Nizar menjelaskan pemberdayaan kanwil provinsi/kabupaten/kota bertujuan mengefektifkan sistem pemantauan. Pemantauan akan berdampak pada tindakan pencabutan izin biro perjalanan apabila menyalahi aturan. Ia mengatakan saat ini Kemenag sudah menyosialisasikan PMA itu PPIU melalui asosiasi dan himpunan umrah.
Terdapat sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian PPIU atas PMA Nomor 8 Tahun 2018. Pertama, pengelolaan PPIU harus berbasis syariah. Kedua, tidak boleh lagi ada PPIU menjual paket umrah menggunakan sistem ponzi, sistem berjejaring, investasi bodong yang berpotensi merugikan jamaah umrah.
Ketiga, PMA bertujuan memperketat izin penyelenggaraan umrah untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Izin PPIU diberikan pada biro perjalanan wisata yang memiliki kesehatan manajemen dan finansial, tak pernah tersangkut kasus hukum, taat pajak, dan tersertifikasi.
Keempat, PMA ini juga mengatur mekanisme pendaftaran jamaah. Sistem pendaftaran harus dilakukan melalui pelaporan elektronik dengan pembatasan keberangkatan paling lama enam bulan dan tiga bulan setelah pelunasan. Kelima, PMA menginstruksikan kanwil provinsi/kabupaten/kota memantau sejak proses perizinan hingga pengawasan PPIU.