Jumat 16 Mar 2018 12:59 WIB

Cahaya Alquran dari Balik Jeruji

Kegiatan ini dapat menjadi bekal dan motivasi santri lapas lebih mendalami Islam.

Rep: dea alvi soraya/ Red: Agus Yulianto
Kepala Lapas Pondok Bambu Ika Yusanti (Kiri) bersama sejumlah warga binaan mengikuti acara menghatamkan Al-Quran tulis dengan metode Follow The Line di Aula Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A, Pondok Bambu, Jakarta, Kamis (15/2).
Foto: Republika/Prayogi
Kepala Lapas Pondok Bambu Ika Yusanti (Kiri) bersama sejumlah warga binaan mengikuti acara menghatamkan Al-Quran tulis dengan metode Follow The Line di Aula Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A, Pondok Bambu, Jakarta, Kamis (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur, baru saja kedatangan tamu istimewa. Perempuan-perempuan berjilbab itu mendatangi para narapadina untuk belajar Alquran. Sobat Santri Lapas (SSL), lembaga yang menaungi mereka datang untuk meng isi kegiatan kerohanian di lembaga-lembaga pemasyarakatan. Lewat cahaya Alquran, warga binaan diharapkan kembali pada jalan yang benar.

"Dengan mempelajari agama, warga binaan menjadi lebih percaya diri saat kembali kemasyarakat dan menunjukkan bahwa mereka telah berubah," kata Ketua SSL Maya Hayati saat ber bincang dengan Republika, Senin (12/3). SSL mengajak warga binaan untuk dapat membaca, menghafal, dan memaknai ayat Alquran beserta terjemahannya. Metode yang dilakukan SSL juga sedikit menarik, dengan melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang menggambarkan makna ayat yang dibacakan.

"Kami memang mengajak mereka bukan hanya membaca Alquran, melainkan juga mengerti arti dan maknanya, agar dapat menjadi bekal yang dapat mereka amalkan sehari-hari," kata dia. Metode ini dilakukan satu kali seminggu dengan durasi 40 menit.

Pelatihan dilakukan bergilir karena ruangan masjid yang tak mampu menampung seluruh warga lapas. Pengajaran yang dilakukan SSL juga telah membawa hasil. Ada 100 warga binaan yang mampu menghafal surah al- Waqiah beserta artinya setelah menjalani pembelajaran sekitar enam bulan. "Alhamdulillah dengan metode ini mereka jadi mudah karena di sini ada yang usia lanjut, bahkan mualaf, tapi mereka mengaku lebih mudah menghafal dengan bantuan gerakan itu," kata dia.

Dia berharap, kegiatan ini dapat menjadi bekal dan motivasi bagi para santri lapas untuk lebih mendalami Islam. Selain itu, warga binaan mampu menghafal, bahkan mengerti kandungan dari kitab Allah. Ini pun diharapkan dapat menjadi pembanding bagi masyarakat di luar sana agar da pat memanfaatkan waktu mereka untuk mempelajari Islam. "Insya Allah kegiatan ini akan dilanjutkan dengan penghafalan surah-surah besar lainnya. Saya juga berharap, masyarakat yang dapat hidup bebas dan memiliki banyak kesempatan untuk belajar agama dapat lebih mudah tertarik menghafal Alquran," kata dia.

Ida Christiani (57 tahun), salah satu warga lapas, mengaku sangat bersyukur dengan adanya kegiatan yang dibawa Sobat Santri Lapas. Meski sudah berusia lanjut, Ida mengaku lebih mudah menghafal karena adanya gerakan yang mengisyaratkan makna dari setiap ayat. Dia juga berharap dapat diberi kesempatan untuk menghafal surah-surah lain. Lewat metode ini, Ida berharap bisa menghafal setidaknya satu juz Alquran. "Alhamdulillah sangat bermanfaat dan bersyukur bisa sampai hafal surah yang begitu panjang. Kesulitan saya mungkin masalah umur saja, tapi alhamdulillah bisa mengikuti dengan mudah karena adanya gerakan itu," kata dia.

Kepala Lapas Pondok Bambu Ika Yusanti menuturkan, lembaga pemasyarakatan pada hakikatnya bertugas untuk memberikan pembinaan kepada warga binaan. Salah satunya dengan melakukan pembinaan kepribadian yang berbentuk pendidikan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Untuk mewujudkannya, pembina lapas bekerja sama dengan pihak ketiga, contohnya, SSL, lembaga keagamaan hingga Kementerian Agama (Kemenag).

"Kita tahu salah satu alasan mereka melanggar hukum karena ketaatan mereka kepada tuhan kurang. Maka, dengan berada di lapas, kita bertugas meningkat kan kembali ketaatan mereka kepada Tuhan," kata Ika kepada Republika.co.id, saat dihubungi, Senin (12/3) lalu. Dua kali sehari, pembina lapas menyediakan serang kaian kegiatan, termasuk keagamaan. Para warga binaan melakukan pengajian yang diisi oleh pengajar yang berbeda dengan bahasan berbeda pula.

Dia menjelaskan, setiap warga binaan memang diberikan kebebasan untuk keluar blok masing-masing pada pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Ketika keluar blok, mereka dibiasakan untuk tadarus Alquran, shalat Dhuha, hingga pengajian agama baik yang diisi oleh pembina lapas maupun pengajar dari luar lapas. "Kegiatan dari 08.00 WIB sampai 12.00 dilanjut shalat Zuhur, lalu istirahat. Pengajian dilanjut pukul 13.30 WIB, itu diisi pengajar dari luar lapas," kata Ika.

Tak cukup sampai di situ, lapas juga menyediakan ruangan khusus di setiap blok agar warga binaan dapat melakukan kegiatan keagamaan, seperti shalat atau mengaji selama berada di dalam blok. Kegiatan yang rutin dilakukan selama berada dalam blok, lanjut dia, adalah hafalan surah-surah pendek dan Asmaul Husna secara mandiri atau dibimbing oleh sesama warga binaan. "Kemarin kan sudah ada warga binaan yang bisa hafal al-Waqiah dan sekarang sudah dua minggu ini mereka sedang mencoba menghafal ar-Rahman," kata dia.

Menurut Ika, serangkaian kegiatan keagamaan ini dapat dikatakan sebagai kesempatan bagi warga binaan untuk mengubah dirinya menjadi pribadi lebih baik. Namun, Ika mengaku tidak dapat memastikan bahwa warga binaan yang rutin melakukan kegiatan telah berhasil merubah 100 persen tabiat buruknya menjadi lebih baik. Menurut dia, sederet kegiatan religi seharusnya membuka peluang seluruh warga binaan untuk memaksimalkannya.

Untuk mendorong mereka memaksimalkan kegiatan rohani, Ika pun mewajibkan warga binaan untuk mengisi jurnal kegiatan. Ika menginginkan seluruh kegiatan mereka dapat terpantau."Kita kasih buku kegiatan sebagai alat penilaian atas keaktifan warga binaan dalam mengikuti kegiatan yang sudah disediakan. Jadi, mereka berlomba-lomba untuk mengisi jurnalnya setiap hari," kata dia. "Dari buku kegiatan itu juga kami bisa memberi teguran warga binaan yang tidak aktif," kata Ika.

Perubahan sikap warga binaan, menurut Ika, dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal (dari keinginan pribadi warga binaan) atau eksternal (kegiatan yang disediakan Lapas). Namun, biasanya kebanyakan warga binaan yang aktif mengikuti kegiatan akan lebih disiplin dalam mengatur waktu. "Kegiatan ini kan tidak diwajibkan karena peme rintah juga belum menyediakan sarana yang dapat menampung semua warga binaan. Namun, kami berharap ke depannya kegiatan ini dapat diwajibkan," ujar Ika. n  ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement