REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan penggunaan cadar bagi mahasiswi yang diterapkan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menuai reaksi dari berbagai pihak. Pelarangan cadar tersebut tak terlepas dari alasan pedagogis.
Tak terkecuali Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj. Kiai Said mengatakan penggunaan cadar merupakan hak setiap warga negara. Sebaiknya, perbedaan tersebut dihormati dan dihargai umat beragama.
"Kalau saya begini silahkan bercadar, silahkan bergamis silahkan berjenggot," ujarnya usai konferensi pers Berita Palsu Pemecah NKRI di Kantor Lembaga Persahabatan Ormas Islam, Jakarta, Jumat (9/3).
Baca juga, Pedagogis Jadi Alasan UIN Kalijaga Larang Cadar di Kampus.
Hanya saja, ia menekankan penggunaan cadar bukan merupakan hal yang agamis. Sebab, keimanan seseorang tidak semata-mata dari penampilan saja. "Jangan merasa paling Islam, paling sempurna Islamnya, yang penting Islam itu iman, akhlak, moral dan hatinya, bukan penampilan lahir," ungkapnya. "Apalagi sampai anggap yang lain musyrik, thagut dan kafir apalagi," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga, Sahiron Syamsuddin, mengungkapkan, pelarangan cadar tersebut tak terlepas dari alasan pedagogis. Menurut dia, jika mahasiswinya tetap menggunakan cadar di dalam kelas, para dosen tentu tidak bisa membimbingnya dengan baik dan pendidiknya tidak dapat mengenali wajah mahasiswinya.
"Kalau di kelas mereka pakai cadar, kan dosen tidak bisa menilai apakah yang datang di kelas itu memang mahasiswa atau bukan," ujar Sahiron saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (6/3).
Sahiron menuturkan, pemakaian cadar bagi kaum wanita itu sebenarnya juga masih diperdebatkan di kalangan ulama, apakah itu merupakan ajaran Islam atau tradisi Arab. Namun, mahasiswi yang bercadar di kampus tersebut rata-rata tidak membaur dengan mahasiswa lainnya.
"Mereka pada umumnya tidak membaur dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain," ucap Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir se-Indonesia (AIAT) ini.