REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bukti keharmonisan hubungan antarumat beragama di Tatarstan juga bisa dilihat dari kunjungan rutin Uskup Agung Kazan ke kediaman tokoh Muslim setempat, Hazrat Imam, pada setiap perayaan Idul Fitri. Di samping itu, banyak pula kegiatan yang diadakan bersama-sama oleh warga Muslim, Kristen, dan Yahudi untuk merajut semangat perdamaian antarkomunitas agama tersebut.
“Kadang-kadang, umat Islam dan Kristen di negeri ini saling membantu memperbaiki tempat ibadah yang ada, baik masjid maupun gereja,” ungkapnya.
Menurut Pavlov, Muslim dan Nasrani di Tatarstan cenderung mencari apa pun yang dapat menyatukan mereka, alih-alih memisahkan mereka. Antara lain dengan cara menekankan bahwa nama-nama orang suci dalam ajaran Kristen juga dihormati di dalam Islam.
Misalnya, Yesus Kristus di dalam Bibel diidentifikasi sebagai Nabi Isa AS di dalam Alquran. Sementara, tokoh suci Kristen lain yang disebut Perawan Suci Maria dikenal sebagai Siti Maryam dalam Islam.
Lebih dari 450 tahun yang silam, Tatarstan merupakan sebuah negara yang berdiri sendiri di bawah bendera Kekhanan Kazan (Khanate of Kazan). Namun, ketika Tsar Ivan IV menaklukkan wilayah tersebut pada Oktober 1522, Tatarstan akhirnya dianeksasi oleh Rusia sepenuhnya.
Banyak orang-orang Tatar yang diusir dari kampung halamannya. Sebagian dari mereka ada pula yang dipindahkan ke kawasan khusus dan membentuk permukiman masyarakat Tatar yang baru. Orang Rusia mulai menjadi kelompok etnis yang mendominasi Kota Kazan sejak saat itu.
Orang-orang Tatar pada zaman dulu acap kali digambarkan sebagai bangsa pengembara yang memiliki watak keras, mahir mengendarai kuda, dan hidup berpindah-pindah dari satu padang rumput ke padang rumput lainnya.
Faktanya, pandangan semacam itu tidak sepenuhnya benar. Orang-orang Tatar adalah bangsa berbudaya yang memiliki kehalusan budi. Yang lebih penting lagi, mereka telah menghuni tanah Tatarstan selama berabad-abad.
Beberapa masakan khas Tatar seperti sup ayam lapsha dan beragam kue mereka yang luar biasa lezat, menjadi bukti bahwa masyarakat Tatar telah mewarisi kebudayaan yang luhur dari nenek moyang mereka sejak dulu. Tradisi kuliner tersebut sekaligus membantah pandangan orang-orang Barat kebanyakan yang menganggap mereka sebagai bangsa yang nomaden.
“Pasalnya, orang-orang nomaden lebih suka mengonsumsi atau mengolah daging sehingga mereka tidak memiliki tradisi membuat kue,” tutur Pavlov lagi.