REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) berencana menyusun regulasi tentang standar minimum dan izin pendirian pondok pesantren. Standar yang dimaksud mencakup standar minimum dari sisi kurikulum hingga sumber daya manusia. Pesantren minta dilibatkan dalam pembuatan regulasi standar tersebut.
Ketua PP Rabithah Ma'ahid Al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, mungkin Kemenag merasa perlu untuk mengatur regulasi pesantren menggunakan standar minimum pengajar dan kurikulum. Hal ini baik tetapi sebetulnya kewajiban Kemenag memperkuat pesantren dan memberdayakan pesantren.
"Pesantren yang sudah ada yang selama ini memperkuat NKRI walau pun pesantrennya kecil harus dirangkul dan diberdayakan," kata KH Rozin kepada Republika, Selasa (27/2).
Ia menyarankan, regulasi standar minimum pesantren yang akan dibuat Kemenag sebaiknya tidak serta merta berlaku. Maksudnya harus ada sosialisasi dan penerapannya dilakukan secara bertahap. Artinya, semua regulasi yang berlaku tidak diterapkan secara serentak dan tiba-tiba.
Berdasarkan pengalaman selama ini, ketika ada regulasi baru di Kemenag selalu sosialisasinya kurang. Regulasinya juga diberlakukan secara tiba-tiba, sehingga mengejutkan pesantren dan menimbulkan penolakan.
Kemenag juga berencana membuat standar minimum pesantren dengan melibatkan pesantren. KH Rozin menegaskan, pembuatan standar minimum pesantren memang harus dan wajib melibatkan pesantren. Sebab dulu pernah ada peraturan menteri agama yang dibuat tanpa melibatkan pesantren kemudian dicabut lagi peraturannya.
"Harus melibatkan pesantren, tidak bisa tidak. Kita pernah dulu mengalami pada zaman menteri sebelum sekarang, ada peraturan menteri agama mengenai pendidikan pesantren yang kemudian dicabut karena tidak melibatkan pesantren," ujarnya.
Ia juga berpandangan, standar minimal pesantren baik untuk pesantren yang akan didirikan. Standar tersebut menjadi sarat untuk pesantren yang akan didirikan. Kurikulum pesantrennya juga harus memenuhi standar. Bagi pesantren yang sudah didirikan, maka tidak kemudian ditutup tapi harus menyesuaikan diri dengan peraturan baru.
Tapi peraturan baru tidak kemudian berlaku secara tiba-tiba. Peraturannya harus disosialisasikan sejak awal karena jumlah pesantren di Indonesia sangat banyak. Jangan sampai peraturannya diumumkan sepekan sebelum diterapkan.