REPUBLIKA.CO.ID, Kedutaan besar Azerbaijan di Indonesia menggelar acara doa bersama untuk memperingati tragedi kemanusiaan yang terjadi di kota Khojaly, Azerbaijan, tepat pada 26 tahun lalu, di masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (25/2). Bersama Ustad Yusuf Mansyur, delegasi Azerbaijan mengajak para jamaah yang hadir untuk mendoakan perdamaian di negeri api tersebut.
Tragedi Khojaly dipicu oleh konflik teritori antara Azerbaijan dan Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh yang telah bergulir sejak akhir 1980. Lebih dari 600 warga sipil, termasuk anak-anak, wanita, dan orang tua tewas dalam serangan yang berlangsung selama dua hari tersebut.
Secara de jure, Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari teritori Azerbaijan. Namun, secara de facto, wilayah ini dikuasai oleh sebuah Republik Nagorno-Karabakh yang diproklamasikan sendiri.
"Dalam dua hari, tragedi Khojaly menewaskan 613 sipil , dan 63 di antaranya bahkan anak-anak. Selain itu, 1.275 orang disandera, dan 150 orang lainnya hilang," ungkap Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Azerbaijan Ruslan Nasibov.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Azerbaijan untuk mengusir tentara Armenia dari tanah Karabakh. Salah satunya adalah mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan empat resolusi pada 1993, yakni 822, 853, 874, dan 884.
"Namun kenyataanya, hingga kini, Armenia mengabaikan resolusi yang berisi penegasan mengenai wilayah Azerbaijan, dan seruan penarikan mundur pasukannya dari wilayah Azerbaijan yang diokupasi," lanjut Ruslan.
Ruslan menambahkan, akibat konflik Nagorno-Karabakh, Azerbaijan menjadi salah satu negara dengan tingkat pengungsi dan orang-orang yang kehilangan tempat tinggal (Internally Displaced Persons) tertinggi di dunia, yakni mencapai 1,2 juta orang. "Saat ini, satu dari sembilan penduduk Azerbaijan adalah pengungsi atau IDP," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ustad Yusuf Mansyur mengajak, seluruh masyarakat Indonesia agar juga turut memperluas pandangan bahwa ada negara Muslim lain yang saat ini tengah menderita karena konflik politik dan teritori, yang pada akhirnya membawa kesengsaraan kepada rakyatnya.
"Kita jangan menutup mata bahwa banyak perang berkecamuk di negara-negara muslim. Tak lupa, kita juga harus mensyukuri keadaan Indonesia yang damai, aman dan sejahtera," ucapnya