REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam artikel General Organisation of Education and Teaching Methods in Islamic Civilisation di laman Muslim Heritage, pada masa Rasulullah SAW, anak-anak sangat dimuliakan. Masjid berperan penting dalam pendidikan anak-anak.
Pascaperang Badar, tiap tawanan diharuskan mengajarkan baca tulis pada anak-anak dan mengatur pengiriman guru agama untuk mengajarkan Alquran di wilayah kekuasaan Islam. Anak-anak yatim juga mendapat bagian dari harta rampasan perang.
Pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, ibu yang melahirkan dan perawat anak-anak diberi tunjangan yang diambil dari Baitul Maal untuk memastikan anak-anak dirawat dengan baik tanpa ada lagi alasan penelantaran karena miskin. Ada pula bagian dari kekayaan negara yang dialokasikan untuk pendidikan serta pembiayaan anak-anak yatim dan terlantar.
Mengutip laman National Librabry of Medicine, Raja al-Walid I dari Dinasti Umayyah yang memimpin pada 705-715 M membangun maristan (tempat merawat orang sakit) di Damaskus. Medical Sciences in the Islamic Civilization memuat, pada abad ke delapan hingga ke-10, di Damaskus dan Kairo, rumah sakit mempekerjakan pendongeng dan pemain musik bagi anak-anak atau pasien yang mengalami gangguan tidur di rumah sakit
Masjid tetap jadi pusat berbagai kegiatan anak bahkan setelah Rasulullah SAW wafat. Pada 900 M, hampir semua masjid memiliki sekolah dasar bagi anak laki-laki dan perempuan dengan ruangan terpisah.
Pembelajaran dilakukan secara bertahap sesuai usia. Pelajaran pertama yang diajarkan pada anak-anak usia lima tahun adalah asmaul husna dan surah pendek dalam Alquran. Aritmatika, tata bahasa arab, sastra, dan biologi diajarkan pada pendidikan yang jenjangnya semakin naik.