Senin 12 Feb 2018 16:20 WIB

Mozambik Perjuangan Pengakuan Hari Raya Islam

Upaya ini masih mengundang pro dan kontra.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Maputo, salah satu kota di Mozambik
Foto: AP
Maputo, salah satu kota di Mozambik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota parlemen Muslim di Mozambik mencoba mengajukan undang-undang yang mengakui Idul Fitri sebagai hari raya nasional. Namun, upaya ini masih terus mengundang pro dan kontra. Umat Islam terus memperjuangkan agar hari raya tersebut menjadi perhatian negara.

Perkembangan Islam di Mozambik mulai merambah aspek politik. Parlemen telah mengeluarkan undang-undang dua hari raya Islam yang menandai berakhirnya bulan puasa Ramadhan sebagai hari libur nasional. RUU tersebut diperkenalkan oleh 59 anggota parlemen dan didukung oleh partai Frelimo yang berkuasa.

Namun, orang-orang Katolik Roma dan orang-orang Kristen lainnya keberatan dengan liburan umat Islam. Presiden Joaquim Chissano telah menunda penandatanganan undang-undang tersebut.

"Kami menentang liburan ini karena jika orang-orang Muslim ber hasil melakukannya, mereka akan memberlakukan undang-undang lain," kata Kardinal Katolik Alexandre dos Santos.

Mozambik tampaknya jauh dari pusat- pusat Islam. Lebih dari 800 tahun yang lalu pedagang Arab membawa kepercayaan pada pos perdagangan di sepanjang pantai Samudra Hindia di negara itu.

Penjajah Portugis menyebarkan agama Katolik selama 300 tahun kemudian dan memaksa umat Islam untuk mengambil nama-nama Kristen. Namun, kepercayaan Muslim tetap kuat, terutama di utara.

(Baca Juga: Masa Sulit Dakwah Islam di Mozambik)

Menurut sebuah survei pemerintah tahun 1991, umat Islam membentuk sekitar 20 persen dari 17 juta populasi. Sementara, umat Katolik berjumlah 24 persen, Protestan 21 persen, dan 30 persen mengikuti prak tik tradisional pemujaan leluhur. Namun, pemimpin Muslim mengklaim jumlah mereka sendiri jauh lebih besar.

"Muslim adalah 40 sampai 50 persen dari p pulasi," kata Nazir Lunat, seorang pengusaha dan anggota parlemen Frelimo.

Dia mengatakan, umat Islam selalu ditekan pada masa penjajahan dan selama kepemimpinan partai Marxis Frelimo mereka tidak bisa berdiri dan dihitung secara terbuka. Lunat mencermati pembangunan sebuah masjid di distrik Polana yang kaya. Beberapa pengamat mengatakan, negara- negara Arab mendanai proliferasi masjid di seluruh negeri.

Kelompok oposisi utama Mozambik, Renamo, menentang libur Idul Fitri. "Sudah jelas dalam konstitusi bahwa kita memiliki sebuah negara, yang bukan untuk agama apa pun," kata Raul Domingos, pemimpin Renamo di parlemen.

(Baca: Hubungan Bersejarah Mozambik dan Dunia Islam)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement