REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ayat mengenai lelaki yang tak punya hasrat dengan perempuan kerap dijadikan pedoman para pendukung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Mereka berdalih jika ayat tersebut menjadi dalil sahih pembenaran keberadaan kaum homoseksual dalam Alquran. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, turunnya ayat tersebut sebenarnya dilatarbelakangi oleh tuntunan menutup aurat bagi kaum perempuan.
Diriwayatkan oleh Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan jika Asma binti Marsad yang mempunyai warung di perkampung an Bani Harisah menjelaskan kaum wanita mondar-mandir memasuki warungnya tanpa memakai kain sarung sehingga pergelangan kaki mereka terlihat. Dada mereka serta rambut mereka pun kelihatan. Asma pun berkata, "Alangkah buruknya pakaian ini." Imam Ibnu Katsir pun menjelaskan, usai peristiwa tersebut, turunlah ayat yang tertera dalam QS an-Nur: 31.
Riwayat lain yang ditakhrijkan oleh Ibni Mardawaih, dari 'Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: Pada masa Rasulullah SAW, ada seorang berjalan di suatu jalan di Ma dinah, kemudian dia melihat seorang perempuan. Perempuan itu pun melihatnya, lalu setan pun mengganggu keduanya se hingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Maka, ketika laki-laki tersebut mendekati suatu tembok untuk melihat wanita tersebut, hidungnya tersentuh tembok hingga luka. Lalu ia bersumpah: Demi Allah, saya tidak akan membasuh darah ini hingga bertemu Rasulullah SAW dan memberi tahu kepadanya tentang masalahku. Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan menceritakan peristiwanya. Kemudian bersabdalah beliau: "Itu adalah balasan dosamu" lalu turunlah ayat tersebut. Untuk lebih jelasnya, begini bunyi leng kap QS an-Nisa ayat 31.
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pan dangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampak kan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tam pak darinya. Dan hendaklah mereka me nutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau put ra-putra mereka, atau putra-putra sua mi mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan me reka, atau wanita-wanita Islam, atau bu dak-budak yang mereka miliki, atau pela yan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anakanak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukul kan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orangorang yang beriman, supaya kalian beruntung."
Ulil Irbati Minarrijal dalam ayat itu disebut Prof Quraish Shihab dalam tafsir al Mishbah sebagai pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita). Menurut Quraish, kata irbah diambil dari kata ariba yang berarti memerlukan atau menghajatkan. Adapun yang dimaksud di sini adalah kebutuhan seksual dan anak-anak atau yang sakit sehingga dorongan tersebut hilang darinya.
Sayyid Quthb dalam Tafsir Fizhilalil Quran menjelaskan, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan adalah para lelaki yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita disebabkan oleh apa pun. Contohnya saja, orang yang dikebiri, impoten, tidak sempurna akalnya, gila, dan segala sebab yang membuat lelaki tidak bernafsu kepada wanita. Karena, pa da kon disi tersebut tidak timbul fitnah dan godaan.
Lebih detail, Imam Ibnu Katsir meng ungkapkan, mereka adalah orang-orang sewaan dan para pelayan yang tidak sepa dan (dengan majikan). Akal mereka pun ku rang dan lemah, tiada keinginan terha dap wanita pada diri mereka dan tidak pu la berselera terhadap wanita. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah lelaki dungu yang tidak mempunyai nafsu syah wat.
Mujahid mengatakan bahwa yang di mak sud adalah lelaki yang tolol. Sedang kan, menurut Ikrimah, yang dimaksud adalah laki-laki banci yang kemaluannya tidak dapat berereksi. Kalangan salaf lain mengatakan hal yang sama mengenai lelaki tak berkeinginan tersebut.
Sebaliknya, para pendukung gerakan LGBT mengartikan jika ayat tersebut men jadi dalil bahwa lelaki itu merupakan se orang homoseks yang menyukai lelaki lain. Adanya ayat tersebut pun membuktikan jika Alquran pun menganggap homoseksualitas merupakan sebuah kewajaran.
Mereka pun menempatkan ayat dalam QS al-Isra: 84 menjadi penyokong argumentasi tersebut. "Katakanlah, "Tiap-tiap orang ber buat menurut keadaannya masingmasing." Maka Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya." Menurut para pendukung LGBT, keadaannya masing-masing disini disebut sebagai keragaman orientasi seksual.