Rabu 24 Jan 2018 17:45 WIB

William Suhaib Webb: Islam Jawab Pertanyaanku

Mempelajari Islam, Webb menemukan jawaban atas segala pertanyaan.

Rep: c15/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi)
Foto: Onislam.net
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kakeknya adalah seorang pengkhotbah gereja. Dari ceramah-ceramah sang kakek, ia mengetahui banyak hal tentang Kristen. “Aku bukan orang yang tidak mengenal agamaku dengan baik. Aku mengenalnya, tidak menerimanya, dan kemudian tidak mempercayainya.”

Cucu sang pengkhotbah gereja itu bernama William Webb. Saat berusia 20 tahun, ia memperleng kapi namanya menjadi William Suhaib Webb sebagai penanda identitas barunya. Ia resmi menjadi Muslim setelah tiga tahun gamang dengan agamanya.

“Aku pergi ke gereja tiga kali seminggu. Dan, aku juga membaca Bibel,” katanya saat diwawancarai dalam program Islami independen “The Deen Show”. Meski bukan umat Kristiani yang taat, Webb mengaku mengetahui banyak hal tentang Kristen dari aktivitas ke agamaan yang dilakukannya, serta dari ceramah kakeknya.

Sejak masih muda, aku Webb, ia telah merasa tak mampu mencerna informasi dan ajaran agamanya tentang Trinitas. “Bahwa Tuhan ada tiga atau bahwa ia adalah satu dari tiga.” Selain itu, dari kitab suci yang dibacanya, Webb menemukan dua tuhan berbeda dari kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. “Sejak itu, aku tidak bisa lagi mempercayai ajaran agamaku,” ujarnya.

Webb lalu mendatangi ibunya dan bertanya tentang Yesus Anak Tuhan yang mati untuk menebus dosa-dosa umatnya. “Aku bertanya apakah itu inti dari penebusan dosa. Ibunya menjawab, ya. Tak puas, Webb mengejar dengan pertanyaan lain. “Lalu, bagaimana dengan para Nabi yang diutus sebelum Yesus? Tak satu pun dari mereka percaya pada ketuhanan Yesus.”

Pada titik itu, Webb mengetahui bahwa para nabi, terutama Ibrahim dan Musa yang disebutkan dalam Alkitab, berdoa dan menyembah satu tuhan. “Bahkan, Yesus sendiri tidak pernah mengatakan dirinya Tuhan, dan dia juga berdoa pada Tuhannya,” katanya.

Tak mendapat jawaban dari sang bunda, Webb memulai pencariannya. Tiga tahun lamanya pria kela hir an 1972 ini membaca Alquran, kitab yang banyak didengarnya dari khotbah kakeknya. Selain itu, hal lain yang mendorongnya mendekati Alquran adalah stigma positif tentang Islam kala itu.

“Tidak seperti sekarang, pada masa itu kami (masyarakat AS) ber pikiran bahwa para Muslim ada lah orang-orang yang benar.” Bahkan, katanya, ada pendapat yang me ngatakan bahwa siapa pun yang ingin menjadi orang benar dan lu rus, ia harus bergaul dengan Muslim.

Mempelajari Islam, Webb menemukan jawaban atas segala pertanyaan dan kegamangan terhadap ajaran agamanya terdahulu. Ketika diminta menjelaskan tentang Allah, Webb mengatakan, Allah adalah satu Dzat yang unik. “Karena, ia tak menyerupai apa pun dan siapa pun. Wa lam yakullahuu kufuwan ahad.” “

Karena itu, Allah tidak mung kin punya anak. Jika Ia beranak, maka Ia menyerupai makhluk- Nya.” Mengenai dosa warisan, Webb tegas menjawab Islam hanya percaya pada fitrah yang dibawa manusia sejak lahir. “Konsep dosa warisan itu tidak adil sedangkan Allah bukan Dzat yang tidak adil,” tegasnya.

Sukses tapi tak bahagia

Pada usia 14 tahun, krisis keya kinan dalam diri Webb menjelma pada ketidakpercayaan pada agama yang dipeluknya dan ia mulai terlibat kenakalan dan bergabung de ngan sebuah geng lokal. Ia juga men jadi seorang DJ hip-hop dan produser lokal yang sukses, serta melakukan rekaman bersama sejumlah artis.

Meski sukses, Webb mengaku tak bahagia. “Aku sukses secara materiil, namun secara internal merasa kosong,” katanya. Kekosongan itu membuatnya kerap merasa tertekan dan sedih. “Padahal, hidupku dikelilingi uang, perempuan, klub, dan geng yang hebat. Semua berjalan dengan baik,” katanya.

Setelah masuk Islam, Webb me ninggalkan kariernya di dunia mu sik yang telah menghidupinya itu. Ia mengikuti gairahnya menyelami du nia pendidikan. Setelah mem peroleh gelar sarjananya di University of Central Oklahoma, ia berguru intensif mengenai ilmu-ilmu Islam dari seorang ulama terkenal berdarah Senegal.

Lalu, sejak 2004 hingga 2010, Webb mendalami Islam di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Kairo. Selama periode tersebut, setelah beberapa tahun belajar bahasa Arab dan hukum Islam, ia menjadi kepala Departemen Penerjemahan Inggris di Darul Iftah al-Misriyyah. Di luar disiplin ilmu yang ditekuninya, Su haib menyelesaikan hafalan Alqur annya di Makkah, dan telah men dapatkan sejumlah ijazah (lisensi yang menunjukkan standar keulamaan yang tinggi).

Kini, Webb adalah Muslim Amerika yang juga dikenal sebagai pendidik, aktivis, dan dosen. Karyakaryanya menjembatani pemikiran Islam klasik dan kontemporer. Ia membidik isu-isu relevansi budaya, sosial, dan politik bagi kelangsung an Muslim di Barat.

Webb juga diminta menjadi imam di Komunitas Islam Oklahoma, di mana ia rutin memberikan khotbah, mengajar di kelas-kelas agama, dan menjadi konselor bagi keluarga dan pemuda Muslim di sana. Di luar itu, ia menjadi imam dan pemuka agama bagi komunitas Muslim di seluruh penjuru AS.

Webb pernah menggalang dana sebesar 20 ribu dolar AS untuk janda dan anak-anak pemadam kebakaran yang tewas dalam serangan 11 September. Sebagai mualaf, Webb me ngaku, hidup di tengah masyarakat non-Muslim di AS bukan hal yang mudah. Di tengah kecurigaan dan Islamofobia di kalangan masyarakat AS, ia berte kad untuk terus menunjukkan citra Islam yang sesungguhnya dan menciptakan kehidupan beragama yang harmonis.

Selain itu, Webb telah memberikan kuliah di berbagai belahan dunia termasuk Timur Tengah, Asia Timur, Eropa, Afrika Selatan, dan Amerika Utara. Sepulangnya dari Mesir, ia tinggal di wilayah Teluk, Kalifornia, di mana ia bekerja ber sama Komunitas Muslim Amerika sejak musim gugur 2010 hingga musim dingin 2011.

Belum lama ini, ia menerima sebuah posisi sebagai imam Pusat Budaya Komunitas Islam Boston (mas jid terbesar di wilayah New England) hingga ia memutuskan untuk membawa keluarganya ke Boston dan menetap di sana.

Pada 2010, Royal Islamic Strategic Studies Center memasukkannya ke dalam daftar 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia. Dan, laman situs internetnya, www.suhaibwebb. com, terpilih sebagai “Blog of The Year” terbaik setahun sebelumnya. ¦ c15 ed: wachidah handasah

Advokat Islam yang Moderat

Suhaib Webb juga men jadi anggota ak tif Komunitas Muslim Amerika dan mem berikan perhatian yang besar pada departemen pemuda komunitas tersebut. Dengan beasiswa dari komunitas inilah, Webb berkesempatan menimba ilmu di Uni versitas Al-Azhar dan mendalami bahasa Arab. Secara berkala, di sela kesibu kan nya, Webb kerap meng- gelar kuliah dan menulis artikel untuk menawarkan perspektif Islam atas isu-isu terkini, seperti keterlibatan masyara kat dan relevansi sosial.

Beberapa pejabat pemerintah Inggris seperti dikutip The Guardian dalam edisi 2004 menggambarkan Webb sebagai “pemimpin moderat” bersama sejumlah tokoh lain seperti Hamza Yusuf dan Amr Khaled. Tak hanya itu, eksistensi Webb di dunia jejaring sosial pun diakui. Pada 2010, kicauannya di twitter memenangkan voting“Tweeter Muslim Terbaik”.

Kini, eksistensi dan aksi Webb dinilai sebagai bagian dari upaya efektif membendung aksi ekstremis agama. Dan, sebagai seorang advokat bagi kalangan Muslim akar rumput ia giat mempromosi kan perubahan so sial. Ia me negaskan, Islam di Ame rika adalah Islam yang tidak berkiblat semata pada budaya Arab. “Sesuai dengan hukum Alquran namun juga mencerminkan kebiasaan dan budaya bangsa ini,” ujarnya.

Webb mengatakan, radi ka lisasi tumbuh subur di AS jika Muslim dan non-Muslim sama-sama meyakini Islam tidak sesuai dengan Amerika. “Muslim adalah bagian dari kekayaan budaya AS dan su dah menjadi bagian dari budaya kita dalam jangka waktu yang lama.”

Meski berjuang sebagai advokat Muslim, terutama Muslim AS, Webb mengakui tak mudah hidup dengan budaya yang sama sekali berbeda. “Sebagai mualaf, awalnya tidak sepenuhnya nyaman menjadi diri sendiri dengan status yang berbeda. Kita (mualaf AS) harus mengadopsi budaya berbeda sementara kita tidak dibesarkan dengan budaya itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement