Selasa 23 Jan 2018 16:15 WIB
Belajar Kitab

Menguak Hikmah dari Sebuah Larangan

Kitab al-Man Hiyyat coba menguraikan hikmah tersebut.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ada sebagian perintah ataupun larangan dalam yang bersifat ta’abbudi (transendental) dan ada pula yang dikategorikan sebagai ta’lili (bisa dirasionalisasikan), baik yang bersumber dari kalam Allah SWT ataupun hadis yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. Namun, tak semua pesan yang tersimpan di balik kedua hal tersebut mampu ditangkap oleh akal manusia.

Berangkat dari fakta ini, muncul sejumlah karya yang mencoba menguak hikmah dari sebuah perintah atau la rangan. Salah satunya datang dari al-Hakim at-Tirmidzi (bukan pakar hadis, Imam al- Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at- Tirmizi (279 H) ). Melalui kar yanya yang berjudul al-Man hiyyat, tokoh yang bernama lengkap Abu Abdullah Mu hammad bin Ali bin al-Husain bin Basyar al-Hakim at-Tirmidzi itu berusaha menguraikan pesan yang terkandung di balik larangan ataupun anjuran- anjuran yang pernah disampaikan oleh Rasulullah.

Ia membatasi ulasannya hanya pada hadis-hadis Ra sulul lah dengan dejarat kesahihan yang beragam. Uraiannya itu diperkuat dengan argumentasi yang berasal dari Alquran, riwayat hadis lainnya, dan pendapat para ulama. Penjelasannya sangat sederhana. Karenanya, pembahasan kitab yang salah satu naskah manuskripnya masih tersimpan di Dar al- Kutub, Kairo, Mesir, itu, mudah dibaca dan tak terlalu sulit memahami nya.

Namun, analisis dan pembacaan pesan yang tersimpan dalam hadis Rasulullah oleh tokoh yang berasal dari Tirmidz —sebuah daerah yang kini berada di wilayah Uzbekistan dan sebagian barat Kazakhtan —tersebut tergolong mendalam. Hal ini tak terlepas dari latar belakang tasawuf dan ilmu olah spiritual yang ia dalami. Kedalaman itu juga tampak di beberapa karyanya. Sebut saja, Ilal al-Ubudiyyah, Syarh as-Shalat wa Maqa shi duha, Alhajju wa Asraruhu, dan tentunya mahakaryanya yang terkenal: Khatmul Awliya’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement