Sabtu 20 Jan 2018 15:34 WIB

Wiraswasta, Jalan Memperoleh Rezeki

Berwiraswasta dalam Agama Islam Dipandang Amat Mulia.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Rezeki/Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Rezeki/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ada banyak pintu rezeki. Tiap-tiap anak Adam mendapatkannya dari pintu dan tentunya, cara yang berbeda-beda. Di antara jalan memperoleh rezeki ialah dengan cara berwiraswasta.

Ragamnya pun bervariasi. Mulai dari berdagang hingga bercocok tanam, atau bertani misalnya. Ber wi raswasta pun dalam agama Islam dipandang amat mulia. Jauh lebih ber harga ketimbang berpangku tangan atau bahkan memintaminta.

Suatu saat, seperti yang dikisahkan dalam riwayat Abu Dawud, seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta uang atau makan an. Beliau lantas mene gurnya dan mengatakan, “Apakah di rumahmu, tidak ada apa pun?”. Lelaki itu menjawab, “Ada, hanya sejumlah pakaian yang dipakai secara ber ganti an dan wadah air.” Rasulullah pun meminta agar barang-barang ter sebut dibawa ke hadapannya.

Permintaan itu pun dika bulkan oleh lelaki ter sebut. Rasulullah lantas mengambilnya untuk dijual. “Siapa yang hendak membeli dua barang ini?” ucap Rasulullah me nawarkan barang. Seorang sahabat me na war n ya dengan sa tu dirham. “Siapa yang mem beli dua dirham?” kata Rasulullah. Sahabat lainnya berani menawar dua dirham.

Kemudian, dua dirham itu diberikan ke pada pemiliki ba rang. Rasulullah mengatakan agar satu dirham dibelikan makanan untuk keluarganya. Sedang kan sisanya dibelikan karung. Perintah itu pun dilaksanakan. Rasulullah sendiri mengikat pe mo tong tersebut dengan sebuah tongkat dan menyuruhnya pergi mencari kayu untuk dijual. “Jangan mendatangiku hingga 15 hari,” kata Rasulullah.

Semua arahan Rasulullah dilaksanakan. Lalu, ia mendatangi Rasulullah dengan me ngantongi 10 dirham dari jerih payahnya. Dari penghasilan itu, ia membeli baju dan ma kan an buat keluarganya. Rasulullah bersabda, “Hal ini jauh lebih baik bagimu daripada mendatangkan masalah sebagai tanda di wajahmu kelak di hari kiamat. Sesungguhnya, masalah hanya pantas bagi tiga (golongan): miskin sangat, terlilit utang, dan terserang penyakit menahun.”

Islam mendorong produktivitas bekerja dan berusaha secara mandiri. Kreativitas men ciptakan lapangan pekerjaan sendiri, juga dilakukan oleh para nabi. Hampir sebagian besar para nabi, konon memiliki ke giat an menggembala domba sebagai mata pen caharian. Karena itulah, berwirausaha dan membuka peluang kerja secara mandiri, ditekankan dalam Islam. Allah SWT berfirman: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (QS al-Qashash [28]: 77).

Allah juga menyerukan agar hamba-Nya aktif mengekspolarasi pintu rezeki yang pada dasarnya telah tersedia. Hal ini sebagaimana terdapat dalam ayat berikut, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada- Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS al-Mulk [67]: 15).

Para sahabat tengah bercengkerama ber sama Rasulullah suatu pagi. Kisah ini sebagaimana dinukil dalam hadis riwayat At- Tha- brani. Mereka melihat seorang sahabat yang sangat gesit dan kuat hendak bekerja. Mereka pun takjub melihatnya. Para sahabat menga takan seandainya kekuatan sahabat itu digunakan untuk berjuang di medan perang, akan lebih baginya. Rasulullah pun lantas menjelaskan jenis-jenis aktivitas yang baik, yaitu bila ia keluar untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, ia berada di jalan Allah. Dan, bila ia bekerja untuk kedua orang tuanya yang lanjut usia, ia juga berada di jalan Allah, tetapi bila riya, ia berada di jalan setan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement