REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain sabun, dunia Islam pun telah menggenggam teknologi pembuatan beragam alat kosmetik. Salah satunya adalah parfum yang juga menjadi bahan tambahan aroma sabun. Umat Islam di zaman kekhalifahan juga telah mengembangkan teknologi pembuatan parfum hingga menjadi sebuah industri yang sangat besar.
Para sejarawan meyakini bahwa fondasi industri minyak wangi yang berkembang pesat di dunia Islam dibangun oleh dua ahli kimia termasyhur, yakni Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) serta al-Kindi (805-873 M). Kimiawan Muslim dari abad ke-12, al-Isybili, mengungkapkan, pada masa kejayaan Islam terdapat tak kurang dari sembilan buku teknis dan pedoman bagi pengelola industri parfum.
Meski begitu, kitab tentang pengolahan minyak wangi atau parfum yang masih tersisa hanyalah Kitab Kimiya' al-'Itr (Book of the Chemistry of Perfume and Distillations) karya al-Kindi.
Jauh sebelum al-Kindi, pengembangan industri parfum di dunia Islam juga sempat dilakukan 'Bapak Kimia Modern' Jabir Ibnu Hayyan. Ia mengembangkan beberapa teknik, termasuk penyulingan (distilasi), penguapan (evaporation), dan penyaringan (filtrasi). Ketiga teknik itu mampu mengambil aroma wewangian dari tumbuhan dan bunga dalam bentuk air atau minyak.
Teknik dan metode dasar yang diletakkan oleh Jabir itu dikembangkan al-Kindi. Ia melakukan riset dan eksperimen dengan lebih cermat. Al-Kindi mencoba mengombinasikan beragam tanaman dan bahan-bahan lain untuk memproduksi beragam jenis parfum dan minyak wangi. Ilmuwan Muslim asal Kufah, Irak, itu pun berhasil menemukan sekitar 107 metode dan resep untuk membuat parfum serta peralatan pembuatannya.