REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Kalau wong Jawa kan eneng muludan, eneng rejeban, hampir tiap bulan ada bersih desa. Kalau waktu di langgar itu, membawa nasi untuk makan bersama di tempat kita. Ndak tau kalau di tempat lain,” ujar Tuminah, seorang warga yang pernah tinggal di Suriname, Amerika Selatan pada 1925-1954.
Ungkapan di atas menggambarkan akulturasi kebudayaan Jawa dengan Islam yang terjadi di Suriname. Bahkan hingga kini, tradisi itu masih tetap dilakukan umat Islam Suriname keturunan Jawa. Kehidupan umat Islam di Suriname sangat kuat dipengaruhi oleh Indonesia dan Pakistan.
Republik Suriname (Surinam) dulunya bernama Guyana Belanda atau Guiana Belanda. Suriname adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara itu berbatasan dengan Guyana Prancis di timur dan Guyana di barat.
Di sebelah selatan, Suriname berbatasan dengan Brasil, dan di utara dengan Samudra Atlantik. Sebanyak 20 persen penduduk Suriname adalah Muslim. Suku Jawa yang terbesar sehingga memengaruhi kebudayaan Suriname di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama,” papar Toekiman Saimbang, diplomat Suriname, di Jakarta dalam seminar dan bedah buku Migratie En Cultureel Erfgoed.
Menurut Toekiman, perkembangan Islam dalam kesukuan Jawa Suriname itu mengingatkan keterkaitan antara dua negara. Orang Jawa tiba di Suriname pada 1890-1939. Sebanyak 32.976 orang dari Jawa dikapalkan menuju Suriname untuk menjadi buruh kontrak perkebunan.
Setelah Perang Dunia II, sekitar 7.648 orang Jawa Suriname kembali ke Tanah Air. Sempat terjadi pergolakan saat kemerdekaan RI dan ada pembentukan partai baru di Suriname. Perpindahan juga berdasarkan garis agama, budaya, dan politis di antara komunitas Jawa,” tutur Ketua Stichtink, Harriete Mingoen.
Berdasarkan kajian The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Stichting Comite Herdenking Javaanse Immigratie, setelah Republik Indonesia merdeka, sempat satu rombongan orang Jawa Suriname kembali ke Tanah Air.
Presiden Soekarno memberikan lahan di Sumatra Barat yang dinamakan para migran Jawa Suriname sebagai Tongar. Sayangnya, proyek tersebut gagal sehingga tidak ada rombongan berikut yang kembali dari Suriname ke Indonesia.