Kamis 21 Dec 2017 20:36 WIB

Begini Hukum ‘Serangan Fajar’ Saat Pilkada

Pengemudi becak motor yang telah dipasangi stiker bersiap melakukan konvoi saat Sosialisasi Pilkada Serentak Pemilihan Gubernur Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (24/11). Stiker tersebut   berisikan informasi dan ajakan masyarakat untuk memilih serta mendaftar diri memperoleh e-KTP guna peningkatan partisipasi pemilih di Pilgub Sulsel serta  pilkada Bupati Wakli Kota pada 27 Juni 2018.
Foto: Darwin Fatir/Antara
Pengemudi becak motor yang telah dipasangi stiker bersiap melakukan konvoi saat Sosialisasi Pilkada Serentak Pemilihan Gubernur Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (24/11). Stiker tersebut berisikan informasi dan ajakan masyarakat untuk memilih serta mendaftar diri memperoleh e-KTP guna peningkatan partisipasi pemilih di Pilgub Sulsel serta pilkada Bupati Wakli Kota pada 27 Juni 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yang akan digelar serentak di 171 daerah di Tanah Air sangat rawan dengan politik uang (money politic).

Aksi suap-menyuap untuk mendulang suara sebanyak-banyak, kerap dilakukan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab. Lantas bagaimana dengan hukum jual beli suara tersebut.  

"Semua perbuatan politik uang tentu diharamkan karena adanya perbuatan asror atau penyuap yang mencederai demokrasi pada pilkada itu," kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Akhmad Khudori saat dihubungi di Lebak, Kamis (21/12).

Pesta demokrasi yang digelar lima tahunan itu tentu harus jauh dari perbuatan kecurangan, termasuk politik uang maupun bagi-bagi sembako untuk mendukung salah satu pasangan tertentu.

Pilkada adalah bentuk legitimasi pemimpin yang sah dan demokrasi karena dipilih oleh masyarakat guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

Masyarakat memiliki kewajiban untuk menggunakan hak pilih pada pilkada dengan jujur dan adil tanpa dirusak politik uang.

"Kami berharap warga berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS) pada Pilkada 2018 untuk memilih pemimpin dengan hati nurani," ujarnya menjelaskan.

MUI mengharapkan Pilkada 2018 berjalan sukses dan damai tanpa menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Selain itu juga tidak melakukan perbuatan politik uang karena menurut ajaran Islam diharamkan.

Ini sebagaimana sabda Rasullah SAW, "Ar-rasyi wa al-murtasyi fi an-nar", yakni yang menyuap dan yang disuap masuk neraka."

Selain itu, kata dia, Undang-Undang nomor 10 tahun 2016, jelas menegaskan sanksi kepada pelaku politik uang. Dia  menyarankan larangan penerima politik uang itu harus diketahui masyarakat luas, 

“Jangan sampai ada yang berurusan dengan hukum karena diimingi sejumlah uang yang tidak seberapa itu,” kata dia. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement