REPUBLIKA.CO.ID, Kesultanan Utsmaniyah telah menjadi penjaga tiga situs suci umat Islam sejak berabad-abad lalu. Kondisi Makkah, Madinah, dan Yerusalem dulu menjadi bukti bahwa mereka adalah pelayan Islam yang sebenarnya.
Mekah dan Madinah adalah dua kota yang pertama kali mengecap indahnya Islam. Sementara Yerusalem dirangkul penuh selama periode kekhalifahan kedua setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Khalifah Umar bin Khattab menjadi orang yang dipercaya memegang kunci Yerusalem. Di bawah kekuasaannya, penduduk kota suci tersebut hidup dalam perdamaian.
Ini berawal saat pasukan Muslim dibawah komando Abu Ubayda mengepung Yerusalem setelah mengambil alih Damaskus dalam Perang Yarmuk. Saat itu, Yerusalem didominasi oleh umat Kristiani.
Patriark kota Yerusalem saat itu, Sophronius dengan tegas mengatakan, ia hanya ingin bernegosiasi dengan Khalifah Umar. Tidak ada yang boleh masuk Yerusalem siapa pun sebelum ia bertemu Khalifah Umar.
Mengetahui hal ini, Umar pun pergi ke Yerusalem ditemani oleh seorang asisten. Menempuh perjalanan ke Yerusalem, Umar mengendarai satu unta. Secara bergantian, ia dan asistennya naik unta tersebut.
Saat hendak mencapai Yerusalem, Umar berjalan kaki karena saat itu giliran sang asisten naik unta. Sang pelayan khalifah ini pun memaksa Umar saja yang naik unta. Dengan tegas ia menolak.
Saat itu, seluruh penduduk Yerusalem melihat Umar datang dengan unta yang ditunggangi pelayannya. Semua orang takjub. Patriark Sophronius pun terkaget-kaget dengan pemandangan itu.
Ia tidak menyangka pria dengan pakaian sangat sederhana dan membiarkan untanya ditunggangi pelayannya adalah panglima pasukan yang menaklukan kota. Umat Kristiani yang menonton dari dinding-dinding Yerusalem pun terkesima.
Negosiasi antara Umar dan Sophronius pun dilangsungkan dan terkenal dengan sebutan Umariyya Covenant. Hingga kini, kesepakatan itu masih disimpan di Gereja Suci Sepulchre di Yerusalem.
Dalam kesepakatan, umat Kristen meminta Yahudi dilarang masuk Yerusalem dan Umar menyanggupinya. Umar pun menjamin keamanan dan keselamatan seluruh umat di Yerusalem, apa pun kepercayaan mereka.
Semua tempat suci umat Kristen dijaga dan tidak boleh dihancurkan. Setelah kesepakatan, kunci kota Yerusalem resmi diserahkan pada 637 SM. Gerbang Yerusalem pun terbuka dan Khalifah Umar dijamu di Gereja Suci Sepulchre.
Saat di dalam, Patriark menawarkan jika Umar ingin berdoa. Umar menolak dengan alasan ia khawatir umat Islam nanti akan mengikutinya. Alih-alih, ia shalat di area selatan gereja yang kemudian menjadi Masjid Umar di Yerusalem.
Saat itu, Umar sedang menunjukkan arti toleransi dan kemenangan yang sesungguhnya. Kebesaran Islam menerangi jiwa kepemimpinan Umar hingga direfleksikan dari caranya memperlakukan wilayah jajahan.