REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menginisiasi penyusunan buku Fikih Zakat Kontekstual Nasional. Buku ini diharapkan dapat menjadi materi atau rujukan bagi organisasi pengelola zakat dan masyarakat umum dalam pengelolaan zakat di Indonesia sesuai kaidah syariat Islam.
Ketua Baznas Bambang Sudibyo mengatakan, buku Fikih Zakat Kontekstual Indonesia memiliki peran strategis dalam media sosialisasi dan pengarahan kepada umat untuk senantiasa meningkatkan kataqwaan, khususnya melaksanakan perintah zakat. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa salah satu asas pengelolaan zakat adalah berasaskan syariat Islam.
"Buku ini dapat menjawab permintaan dan kebutuhan Baznas, Baznas Provinsi, Baznas Kabupaten/Kota dan LAZ dalam melakukan pengelolaan zakat," kata Bambang kepada Republika.co.id, di Jakarta, Kamis (30/11).
Buku ini diharapkan juga dapat memperkaya referensi masyarakat Islam pada umumnya sehingga bisa berdakwah tentang zakat dengan tepat. Selain itu, untuk mendakwahkan zakat sebagai rukun Islam yang memiliki peran strategis dalam pembangunan perekonomian ummat.
"Bisa juga untuk menyosialisasikan ajakan kepada ummat agar berzakat melalui lembaga zakat resmi yang telah disahkan oleh pemerintah," ucapnya.
Bambang menjelaskan, zakat adalah kewajiban yang dikenakan terhadap harta benda. Dari satu segi, zakat adalah ibadah dan dari segi lain merupakan kewajiban sosial. Maka bila kita lihat pandangan Islam mengenai ibadah dan masalah sosial, kita katakan bahwa zakat adalah kewajiban sosial yang bersifat ibadah, karena itu dinamakan zakat. Dan zakat berarti pensucian dan peningkatan. "Ia adalah pensucian terhadap hati nurani dan menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan," ujarnya.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat terbesar. Berdasarkan data penelitian dari Baznas pada 2016 potensi zakat mencapai Rp 286 triliun.
Setiap tahun pengumpulan zakat terus mengalami peningkatan. Pada 2010, zakat yang diperoleh sekitar Rp 217 trilun dan terus mengalami peningkatan di 2016 yang menyentuh angka Rp 286 triliun.
"Namun, di tingkat nasional zakat dikumpulkan oleh lembaga badan amil resmi baru mencapai Rp 5,1 triliun masih kecil sekali, masih ada ruang pengumpulan zakat besar," ujarnya.
Meski demikian, Bambang mengakui seiring perkembangan zaman, penyaluran zakat saat ini lebih beragam. Misalnya, individu atau perusahaan bisa berzakat saham maupun zakat obligasi. "Sekarang jauh lebih berkreasi, zakat saham, zakat obligasi dan lain sebagainya," ungkapnya.
Sebelumnya Bambang mengatakan, penghimpunan zakat dari seluruh pengelola zakat di Indonesia tahun ini mencapai sekitar Rp 5 triliun. Tapi, sebenarnya potensi zakat nasional jauh lebih besar dari itu, potensinya mencapai Rp 217 triliun per tahun, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 37 persen.
"Tahun depan, Baznas Lembaga Amil Zakat (LAZ) berkomitmen mengumpulkan zakat sebesar Rp 8,77 triliun," kata Prof Bambang saat Seminar SDGs Sebagai Sarana Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Kemitraan di Gedung Djaman Nur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, Rabu (1/11).