REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kehadiran kalender Islam terpadu merupakan keniscayaan. Realisasinya perlu mekanisme yang jelas dan terarah.
Menag menyebut perwujudan kompilasi hukum Islam yang mampu menjadi rujukan bersama. Di sinilah negara perlu hadir untuk kemudian mengarahkan satu perubahan kemajuan dari solidaritas individual-sektarian menuju solidaritas kebangsaan dan keumatan.
Menurut Menag, persoalan kalender Islam belakangan telah memperoleh perhatian para ulama dan astronom di berbagai negara Islam. Pada 2016 lalu misalnya telah diselenggarakan Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Islam di Istanbul Turki.
Bahkan, kata dia, dari forum itu lahir kesepakatan tentang dua konsep kalender Islam hasil kajian Scientific Commite, yaitu Kalender Islam Bizonal dan Kalender Islam Terpadu.
Kalender Islam Bizonal, ungkap Menag, adalah gagasan Nidhal Guessoum dan Mohamad Syawkat Odeh yang membagi dunia pada dua zona, barat dan timur. Sementara satu kalender lainnya digagas oleh Jamaluddin Abdul Razik dengan tiga prinsip yang dikembangkan, yaitu hisab, prinsip transfer rukyat, dan penentuan permulaan hari.
Menyikapi hasil pertemuan di negara Turki tersebut, tutur menag, pemerintah Indonesia bersama sejumlah Ormas Islam menilai masih terdapat sejumlah hal yang perlu disempurnakan, di antaranya ada yang bersifat pembatasan atas penyampaian pandangan.
“Selain itu pula belum disentuhnya kedua konsep yang ditawarkan secara substantif,” kata dia saat menyampaikan pidato kunci pada Seminar Internasional Fikih Falak (SIFF) Tahun 2017 di Hotel Aryaduta Jakarta, Rabu (28/11).
Dalam pidatonya, Menag mengatakan bahwa seminar yang membahas tema unifikasi kriteria kalender hijriyah global tersebut merupakan respons dari banyak pertemuan sejumlah organisasi dan negara Islam terkait usaha menyatukan kriteria penentuan awal bulan Qamariyah.
“Kata kunci dalam seminar ini adalah Kalender Hijirah Global. Oleh karena itu seminar ini menghadirkan semua elemen terkait yang akan merespon secara aktif terkait kalender Islam global,” kata dia.
Di hadapan tamu delegasi negara sahabat dan 112 ahli fikih falak tersebut, Menag mengingatkan urgensi pelaksanaan seminar ini di Indonesia, selain sebagai bentuk kehadiran negara, juga merupakan upaya menjaga solidaritas dan semangat persatuan umat Islam dunia.
Hadir sebagai peserta SIFF 2017 ini, perwakilan dari ahli falak Indonesia, ormas Islam, akademisi perguruan tinggi, pakar astronomi, lembaga-lembaga negara terkait, juga delegasi dari beberapa negara seperti Yordania, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Maroko, dan Iran.