REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata yatim dengan segala variannya, tersebut dalam Alquran sebanyak 23 kali. Sebagian ahli bahasa Arab memberikan definisi anak yatim adalah anak yang bapaknya sudah meninggal dunia. Sebagian ulama menambahkan batasan yakni yang masih belum sampai batas baligh. Batasan ini ditambahkan karena menurut mereka ada hadis yang berbunyi: ''...tidak ada anak yatim bagi anak yang telah sampai umur baligh.''
Sebagian ulama menjelaskan, anak yatim adalah anak kecil yang tidak lagi mempunyai bapak. Yang dimaksud tidak mempunyai bapak adalah tidak mempunyai bapak yang diketahui menurut aturan syara', sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikh Ibrahim Al-Baijuri.
Soal di usia berapa seorang anak yang ditinggal mati oleh bapaknya tidak lagi menjadi yatim, memang masih kontroversial. Sebagian ulama mengacu pada usia tertentu. Ada yang berpendapat bila sudah berusia 10-12 tahun dan ada juga yang mengatakan bila sudah akil baligh. Namun tidak sedikit ulama yang berpendapat hal itu bisa bersifat relatif, tergantung tingkat kemandirian seorang anak yatim.
Artinya, meski sudah baligh, namun bila belum mampu mandiri, sementara ia tidak memiliki ayah yang dapat dijadikan tempat bersandar, maka ia tetap disebut yatim. Dan, meskipun belum baligh tapi sudah mandiri dan mapan di bidang ekonomi, sudah mumayyiz dan akil, maka ia bukan lagi anak yatim. Intinya, anak-anak yatim adalah anak-anak yang ditinggal mati oleh ayahnya, sehingga karena itu ia mendapatkan perhatian lebih di dalam Islam dan harus lebih dikasihani ketimbang anak-anak yang lain.
Dalam konteks Indonesia, kata yatim identik dengan anak yang bapaknya meninggal. Sedangkan bila bapak ibunya yang meninggal, maka dikatakan yatim piatu. Otomatis, perhatian dan santunan lebih dicurahkan kepada yatim piatu dari pada yang yatim saja. Bila dilakukan pendekatan secara ushul fikih, prioritas semacam ini dimasukkan ke dalam kategori fahmal khitab (pemahaman secara eksplisit dengan memakai sekala prioritas).
Artinya, secara filosofis bisa digambarkan, anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya lebih diprioritaskan dari pada anak yang hanya ditinggal mati bapaknya saja. Sejatinya, dalam fikih klasik tidak ada skala prioritas seperti yang terjadi dalam konteks Indonesia ini. Yatim, yaitu anak yang ditinggal mati oleh ayahnya. Istilah yatim atau piatu atau yatim piatu dalam bahasa fikih tidak dikenal.
dam/disarikan dari buku Bersanding dengan Nabi di Surga