REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Pemerintah Australia yang lebih didominasi kaum nonMuslim dianggap mampu memberikan kebebasan beragama dengan baik bagi masyarakatnya. Meski dikenal sebagai negara sekuler, negeri ini dinilai dapat memberikan perlindungan pada kaum minoritas seperti Muslim.
Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Profesor Syamsul Arifin mengungkapkan, kesimpulan tersebut berdasarkan penelitiannya terhadap sejumlah partisipasi Muslim yang ada di Australia. "Semua partisipan mengatakan pemerintahan Australia berhasil memberikan perlindungan dan menghargai muslim minoritas untuk kebebasan beragama," kata Syamsul pada kegiatan Annual International Conference on Islam and Civilization (AICIC) di UMM, Sabtu (18/11).
Terdapat sekitar 476.290 Muslim yang ada di Australia saat ini. Mereka berasal dari 70 negara yang berbeda bahasa dan kebudayaan. Angka ini jelas berbanding jauh dengan jumlah Muslim di Indonesia yang merupakan mayoritas dari 255 juta penduduk. "Bisa dibilang Australia sama dengan Singapura, minoritasnya kecil," kata dia.
Dari sejumlah partisipan, Syamsul menyebutkan salah satu informan yang menetap di Melbourne mengaku pemerintah Australia memberikannya kebebasan beragama yang baik baginya termasuk kegiatan keagamaan di masjid-masjid. Tak ada diskriminasi dirasakan olehnya walau pemerintahan bukan beragama Islam.
Selain itu, Syamsul menambahkan, informan lainnya juga merasakan hal serupa bahwa diskriminasi tidak didapatkan dari pemerintahan tapi lebih kepada sekelompok suatu agama fundamentalis di sana. Kelompok fundamentalis ini memang acap menyerang minoritas apapun yang ada di Australia termasuk kaum Muslim.
Meski dalam kondisi demikian, Muslim di Australia masih tetap dapat secara bebas memberikan pendapat dan berbicara di televisi. Muslim di Australia juga memiliki kemungkinan besar untuk memberikan opininya di depan parlemen.