Jumat 17 Nov 2017 17:30 WIB
Belajar Kitab

Ilmuwan Harus Berpikir tentang Kegunaan dan Hasil Kerja

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yaqut ibn-'Abdullah al-Rumi al-Hamawi dalam kitabnya Mu'ajam al-Buldan mengatakan, sebagai ilmuwan yang sangat ketat dengan data dan fakta yang ingin ia gunakan dalam karyanya. Hasil kerjanya, merupakan akhir dari sebuah proses ketat yang ia lakukan. Semua data dan fakta ia teliti. Fakta yang dinilai tak valid, ia buang.

Yaqut sangat berpegang pada akurasi dan ketelitian informasi. Tak heran jika dalam laman Muslimheritage, disebutkan bahwa Mu'jam al-Buldan hingga sekarang dianggap sebagai sumber referensi yang sangat bagus.

Dalam karyanya itu, Yaqut juga melihat adanya hubungan erat antara geografi dan sejarah. Ia menekankan pula peran ortografi atau sistem penulisan dari tempat-tempat yang ia gambarkan dalam karya ensiklopedianya itu.

Selain itu, pengaturan alfabet dalam karyanya, merupakan upaya untuk memberikan ejaan yang tepat mengenai nama-nama tempat, posisi geografisnya, batas, pegunungan, padang pasir, laut, dan pulau-pulau yang ada di suatu tempat.

Yaqut juga menyematkan nama pada setiap tempat, nama aslinya, termasuk anekdot, dan fakta-fakta penting lainnya yang terkait tempat yang ia jelaskan itu. Ia memberikan catatan pula, para penulis terdahulu tak memiliki perhatian memadai soal ketepatan ejaan sebuah tempat.

Tak hanya itu, Yaqut juga menilai mereka menyebutkan lokasi yang tepat mengenai sejumlah tempat. Ini membuat banyak ilmuwan salah mendapatkan informasi dari catatan-catatan yang dihasilkan oleh sejumlah ilmuwan terdahulu.

Yaqut juga menegaskan, karya ensiklopedianya itu tak hanya bermanfaat bagi Muslim dalam bepergian. Apa yang ia tulis juga terinsipirasi ajaran Alquran. Ia yakin bahwa karyanya bukan hanya berguna bagi para pelancong, tapi juga bagi para hakim, teolog, sejarawan, dan dokter.

Dalam karya lainnya, yang dalam bahasa Inggris berjudul Dictionary of Men of Letters, Yaqut menuliskan pandangannya. Ia membedakan antara orang terpelajar dengan ilmuwan. Ia mengatakan, orang terpelajar memilih dari segala bahan kemudian menyusunnya.

Sedangkan ilmuwan, ungkap Yaqut, adalah seseorang yang memilih cabang ilmu pengetahuan tertentu kemudian mengembangkannya. Ia juga menekankan pada kegunaan atau manfaat. Dalam konteks ini, ia mengutip seorang ilmuwan bernama Ali Ibnu al-Hasan.

Jika ilmuwan tak berpikir tentang kegunaan dan hasil kerja, ujar Yaqut, itu akan menjadi awal bagi terwujudnya manipulasi terhadap ilmu pengetahuan. Dengan persepsinya itu, ia kemudian menuntaskan Mu'ajam al-Udaba.

Di sisi lain, Yaqut juga berpandangan bahwa ilmu di atas kekuasaan. Ia menuliskan pandangannya itu dalam Mu'ajam al-Udaba, melalui sebuah kisah Khalifah Al-Mutamid. Suatu pagi, khalifah berjalan di taman dan mengangkat Thabit Ibnu Qurra dengan tangganya.

Lalu, Khalifah Al-Mutamid, menjatuhkan Thabit secara perlahan. Dan ini membuat Thabit bertanya. ''Ada apa, tuan?'' tanya Thabit. Khalifah pun kemudian menjawab, ''Tanganku ada di atasmu, namun ilmu pengetahuan lebih tinggi lagi,'' katanya.

Dalam karyanya tersebut, Yaqut ingin menjelaskan bahwa dalam persepsi Muslim, tingkatan ilmu pengetahuan lebih tinggi dibandingkan kekuatan politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement