Jumat 17 Nov 2017 10:02 WIB

Saatnya Al-Irsyad Jadi Ormas Pembaru

Seminar Muktamar Al Irsyad. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran (LPMQ) Kemenag Muchlis M hanafi (kiri) menjadi narasumber pada seminar Muktamar ke-40 Al Irsyad Al Islamiyyah di Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Seminar Muktamar Al Irsyad. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran (LPMQ) Kemenag Muchlis M hanafi (kiri) menjadi narasumber pada seminar Muktamar ke-40 Al Irsyad Al Islamiyyah di Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama, Muchlis M Hanafi menghadiri Muktamar ke-40 Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Hotel Sahira, Kota Bogor, Jawa Barat. Ia menyampaikan harapannya kepada Al-Irsyad agar menjadi ormas pembaru yang wasatiyyah dan moderat.

"Dalam muktamar yang ke-40 pada usia 103 tahun, sangat tepat kalau Al-Irsyad menyongsong kebangkitannya itu sebagai ormas pembaru dan moderat," kata Muchlis kepada Republika saat acara Muktamar ke-40 Al-Irsyad di Kota Bogor, Kamis (1611) malam.

Ia mengatakan, dalam satu hadis nabi mengatakan, Allah SWT akan mengutus kepada umat setiap seratus tahun, orang yang memperbarui kehidupan keagamaan. Sekarang sudah saatnya muncul pembaharu di tubuh ormas Islam Al-Irsyad. Ia juga menerangkan, yang disebut wasatiyyah adalah sebuah metode berpikir, bersikap dan berperilaku yang mempertimbangkan banyak hal. Sehingga kemudian ditemukan pandangan keagamaan yang sejalan dengan kondisi masyarakat.

"Tapi pada saat yang sama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama. Di sini Islam dan keIndonesiaan akan bertemu," ujarnya.

Muchlis menyampaikan, salah satu prinsip mengembangkan wasatiyyah adalah menghormati perbedaan. Dalam hal-hal yang sama memiliki perhatian dan kepedulian yang sama. Sementara, dalam hal perbedaan, harus saling menghormati. Menurut pandangannya, istilah moderat belum bisa mewadahi konsep wasatiyyah, tapi mendekati konsep wasatiyyah. Sebab, yang dimaksud wasatiyyah adalah pandangan keagamaan yang memperhatikan realitas. Serta menjaga keseimbangan dalam pemahaman teks. Artinya tidak terlalu tekstual dan tidak terlalu kontekstual juga.

"Pemahaman Islam yang bisa menjaga keragaman, bisa merawat kebhinekaan, jadi Indonesia membutuhkan Islam wasatiyyah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement