REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah memang mencatat biografi Umar bin Khattab dengan tinta emas. Demikian tulis Muhammad Husain Haekal dalam buku biografi berjudul Umar bin Khattab.
Menurut Haekal, dalam sejarah nama Umar paling banyak disebut-sebut setelah Rasulullah SAW. Sosok bergelar al-Faruq itu, kerap disebut-sebut dengan penuh kagum sekaligus rasa hormat.
Berbicara tentang keadilan, orang akan teringat keadilan Umar. Jika menyoal kejujuran tanpa membeda-bedakan keluarga dekat atau bukan, orang akan teringat kejujuran Umar.
Dan jika ada yang berbicara tentang pengetahuan dan hukum agama yang mendalam, orang akan teringat Umar. Begitu juga ketika orang membicarakan Umar, tentang bagaimana ia menghormati seorang perempuan.
Kisah berikut ini mengajarkan kepada kita tentang bagaimana sikap dan perlakuan Umar terhadap sosok perempuan. Suatu ketika, Umar bin Khattab, tidak langsung menuju rumahnya usai menunaikan shalat Subuh. Seperti kebiasaannya, Umar tak pernah absen blusukan ke kampung-kampung memantau keadaan rakyatnya hingga siang hari.
Ketika Sang Khalifah bergelar amirul mukminin ini ditemani Jarud yang diajaknya secara spontan. Selama menjabat sebagai pemimpin umat Islam, Umar memang tidak memiliki pengawal seperti halnya pemimpin saat ini.
Di tengah perjalanan, langkah Umar terhenti ketika mendengar suara seorang perempuan paruh baya berkata, Assalamualaikum, wahai amirul mukminin Umar bin Khattab, tunggu sebentar. Aku ingin berbicara denganmu.
Tanpa merasa tersinggung Umar berhenti dan mendekat terhadap sumber suara itu dan berkata. Ada yang bisa saya bantu wahai saudariku sesama Muslim, kata Umar. Begitulah Umar ketika ditanya oleh rakyatnya, tanpa prosedur tetap Umar langsung menemuinya.
Perempuan yang tidak berpenampilan menarik itu pun langsung melanjutkan keinginan yang ingin disampaikannya. Aku masih ingat, dahulu engkau dipanggil dengan nama Umair.
Iya betul, kata Umar singkat.
Perempuan yang menghentikan langkah Umar nan gesit itu berkata lagi, Aku sering melihatmu di Pasar Ukadz, bermain dan bergulat bersama anak-anak sebayamu. Sekarang, engkau berganti nama menjadi Umar. Bahkan lebih dari itu, engkau kini sudah digelari amirul mukminin. Itu (amirul mukminin) bukan kehendakku, kata Umar.
Sungguh indah sebutan nama itu, tetapi apakah engkau tahu makna dibalik gelar tersebut? Ketahuilah, wahai Umar, orang yang takut mati tentu tidak akan menyia-nyiakan usianya untuk beramal kebaikan, ujar perempuan itu.
Mendengar kata-kata terakhirnya, Umar menunduk. Sorot matanya yang tajam mulai sembap menahan air mata. Dengan menghela nafas Umar bekata, Doakan agar Tuhan selalu membimbing saya menjadi pemimpin yang amanah, pinta Umar.
Melihat Umar yang hampir menangis dengan kata-kata perempuan itu, Jarud yang menemai Umar dalam perjalanan ketika itu berkata, Anda sungguh tidak sopan berbicara dengan orang yang dihormati oleh kawan dan lawan. Apakah Anda tidak tahu bahwa beliau adalah amirul mukminin?
Mendengar perkataan orang yang menyertai perjalanan Umar itu hanya tersenyum tanpa menoleh dan pergi. Ketika Jarud ingin mengejar dan menghardik si perempuan.
Namun, Umar mencegahnya. Janganlah engkau berkata kasar terhadap perempuan itu. Tahukah engkau, siapakah dia? kata Umar seperti dikisahkan dalam buku Kisah-Kisah Teladan Wanita Muslim.
Tanpa kata-kata, Jarud menggelengkan kepala. Dia adalah Khaulah binti Hakim. Seorang perempuan yang pengaduannya telah didengar oleh Allah SWT, seperti diabadikan dalam surah al-Mujadilah ayat 1.
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.