REPUBLIKA.CO.ID, Mungkin tak banyak orang mengenal Pulau Sebira. Pulau yang berada paling ujung utara dari Kota Jakarta ini merupakan salah satu pulau yang berada dalam gugusan Kepulauan Seribu. Karena itu, Pulau Sebira dijuluki Pulau Jaga Utara.
Menara mercusuar setinggi 48 meter yang dibangun pada tahun 1869, merupakan salah satu bangunan yang menjadi simbol pulau Sebira. Peninggalan masa kolonial, tepatnya saat pemerintahan Raja Willem III ini, hingga sekarang masih menjadi panduan kapal-kapal yang beredar di sekitar pulau Sebira.
Lokasinya yang cukup jauh, bahkan membuat warga Jakarta sekalipun tidak mengetahui keberadaan Pulau Sebira. Dari pesisir teluk Jakarta, Sebira dipisahkan oleh perairan laut Jawa sejauh 100 mill atau sekitar 161 km atau 4 kali jarak dari Jakarta ke Kota Bogor. Secara administratif, Pulau Sebira merupakan bagian dari Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
Meski berada di kawasan teritorial Provinsi DKI Jakarta, nyatanya tak mudah bagi warga Pulau Sebira bertandang ke Ibukota Jakarta, dan sebaliknya. “Kalau dari Ancol ke Sebira pakai kapal cepat kurang lebih 2 jam. Sementara kalau dari Angke ke Sebira pakai kapal nelayan, memakan waktu 7 sampai 8 jam,” cerita Anton, Staf Humas pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Seribu kepada Inmas DKI Jakarta melalui pesan singkat, Senin (16/10) lalu.
Namun, jarak tempuh yang cukup lama tak menyurutkan Kankemenag Kabupaten Kepulauan Seribu untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Salah satunya layanan penyuluhan agama bagi masyarakat pulau Sebira.
Adalah Fery Karim, yang mengabdikan dirinya menjadi penyuluh agama bagi masyarakat di Pulau Sebira. Fery merupakan salah satu penyuluh agama yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu. “Di Pulau Seribu, ada 4 orang penyuluh PNS, dan 16 penyuluh agama non-PNS. Fery salah satu penyuluh non-PNS di Kepulauan Seribu,” jelas Anton.
Meski baru dua tahun berstatus sebagai Penyuluh Agama Non PNS pada Kankemenag Kabupaten Kepulauan Seribu, tapi sebenarnya Fery telah 7 tahun mengajar mengaji di pulau yang sebagian besar dihuni keturunan suku Bugis ini. “Saat ini ada 40 orang anak yang belajar mengaji,” tutur Fery. Menurutnya, 40 orang anak tersebut terbagi dalam 2 kategori. Pertama, kategori usia 5 – 10 tahun, berjumlah 20 orang. Kedua, kategori usia 11 – 15 tahun berjumlah 20 orang.
Setiap hari Sabtu, Fery mengadakan pengajian bagi anak-anak di Pulau Sebira. Bertempat di Majelis Taklim Nurul Hamzah RT 002/003 pimpinan Hasanudin, selama kurang lebih satu setengah jam Fery mengajar baca Iqra dan Al-Quran. “Waktunya dari jam 08.00 WIB – 09.30 WIB,” ujar pria yang masih berstatus bujangan ini menambahkan.
Tidak hanya mengajar Iqra, Fery juga mengajar menulis Quran serta tata cara ibadah lainnya. “Anak –anak juga belajar bagaimana wudhu,tata cara shalat, dan berdoa,” kata Fery.
Masyarakat Pulau Sebira yang mayoritas bermata pencaharian nelayan, ternyata menyambut baik upaya Fery. Mereka merasa senang dan mendukung anak-anaknya bisa baca tulis Quran. “Mereka menyampaikan kalau anak-anaknya sudah bisa membaca surat-surat pendek dalam Al-Quran,” cerita Fery.