Sabtu 04 Nov 2017 05:30 WIB

LGBT Kaum yang Melampaui Batas

Rep: mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Demonstrasi mengecam kaum homoseksual. Ilustrasi
Foto: AP
Demonstrasi mengecam kaum homoseksual. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Belum lama ini terjadi penggerebekan pesta gay di Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Gambir, Jakarta Pusat. Kedua tempat tersebut berkedok sebagai pusat kebugaran.  Jauh sebelum maraknya LGBT saat ini, adanya umat Nabi Luth yang Allah tunjukkan dalam Alquran sebagai pembelajaran umat setelahnya.

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas”. (Al-A’raf/7: 80-81)

Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini. Sesunguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim” (Al-Ankabut/29: 30-31)

Perkembangan dunia homoseksual terjadi pada abad XI Masehi. Istilah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang biasa dikenal dengan LGBT mulai tercatat sekitar tahun 1990-an. Pada abad 18 dan 19 Masehi beberapa negara mengkategorikan aktivitas homoseksual merupakan suatu tindak kriminalitas sebagai kejahatan sodomi.

Sekitar akhir 1950 di Amerika terjadi demnostrasi besar-besaran menuntut kesamaan hak kemerdekaan berekspresi orang kulit hitam agar diperlakukan sama dengan orang kulit putih. Saat sedang marak-maraknya dan tekanan politik meningkat, peristiwa itu ditunggangi komunitas gay. Akhinya ditahun 1970 karena tekanan yang begitu kuat American Psychiatric Association (APA) secara resmi menghapus homoseksual dari masalah mental disorders (gangguan jiwa).

Singkat cerita, kemudian komunitas LGBT mencari pengesahan hukum pernikahan di negara-negara yang telah melegalkan nikah sesama jenis. Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan pernikahan pasangan sesama jenis tahun 2001. Pada 2008 diikuti oleh Belgia, Kanada, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol (untuk Amerika Serikat ada di dua negara bagian yaitu Massachusetts dan Connecticut).

Di Indonesia kaum homoseksual mulai bermunculan di kota-kota besar pada zaman Hindia Belanda. Meski saat itu belum muncul sebagai pergerakan social. Pada sekitar tahun 1968, istilah wadam (wanita adam) digunakan sebagai pengganti kata banci atau bencong yang dianggap bercitra negatif.  Gerakan tersebut dibantu serta difasilitasi oleh gubernur DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin. Hingga kemudian mulai bermunculan komunitas LGBT seperti sekarang ini. (Sinyo, 2014)

Pandangan psikologi

Dalam pandangan Psikologi ada dua pedoman yang digunakan terkait LGBT yakni  The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) acuan dari Amerika. Dimana LGBT tidak termasuk gangguan mental. Sedang di Indonesia sendiri masuk di dalam Pedoman Penggolongan Penyakit dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ).

Acuan diagnosis untuk LGBT jika menggunakan acuan Amerika saat ini ke DSM 5 yang digunakan untuk mendiagnosis sebuah penyakit mental. Selama ini memang acuan kita adalah MBI. Hanya saja di Indonesia itu mempunyai acuan sendiri namanya pedoman golongan diagnosis gangguan jiwa (PGDG). Kalau sekarang DSM 5 LGBT itu tidak termasuk gangguan mental.

“Menurut Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) mempersilahkan untuk memilih yang mana. Karena secara kulture, nilai di Indonesia itu tidak diperbolehkan. Tapi kalau acuan dunia (ilmu psikologi) saat inikan Amerika,” kata Yeny Duriana, Psikolog sekaligus dosen di Universitas Esa Unggul, Kamis (2/11).

Menurutnya, berdasarkan penelitian bahwa faktor genetik atau bawaan dari lahir hanya sekitar 10 persen. Bahkan ada suatu teori yang menyebutkan bahwa genetik tidak ada sumbangsihnya untuk seseorang menjadi pelaku LGBT. “Mereka itu adalah sebuah proses belajar dalam orientasi seks. Itu terjadi proses pembelajaran salah atau benar,” tegasnya.

Di luar dari faktor genetik terdapat faktor lain untuk seseorang menjadi pelaku LGBT di antaranya berdasarkan Teori Psikodinamika. Teori ini adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Salah satunya seperti hal internal dalam keluarga yakni hubungan seksual. Dimana anak dapat mengidentifikasi diri terhadap orang tua pada jenis kelaminnya.

Ketika anak memposisikan diri atau ketika masa remaja anak identifikasi yang jelas mengenai dirinya sebagai laki-laki atau perempuan serta munculnya rasa suka kepada lawan jenis itu merupakan proses yang normal. Namun kalau proses identifikasi itu kabur atau gagal dapat membentuk LGBGT.

“Misalkan sosok ayah galak, tukang selingkuh, melakukan kekerasan sehingga tidak ada figur identifikasi karena benci pada ayahnya dan bisa jadi ke ibu figur indentifikasi untuk anak laki-laki. Sedangkan jika anak perempuan mendapatkan kasih sayang dari ayahnya dengan baik maka dia akan merasa laki-laki itu pelindung maka dia akan mencari laki-laki seperti itu, orientasi seksnya normal. Tapi kalau ayahnya kebalikannya,dia tidak punya figur. Sehingga membuatnya tidak merasa nyaman dengan figur lawan jenis.”

Kemudian selain itu ada faktor lain, berdasarkan teori psikologi sosial bahwa sejak kecil ayah dan ibu harus memberikan stimulasi-stimulasi peran jenisnya yang tepat.

“Kalau laki-laki dibelikan baju laki-laki begitu juga mainan itu harus sesuai dengan peran seksnya kalau tidak dapat mengarah pada peran-peran yang tidak tepat,” kata Yeni.

Menurutnya LGBT dapat disembuhkan namun memang tidaklah mudah, sebab ada tingkatannya dari masing-masing orang. Selain itu faktor pergaulan sangatlah berpengaruh. Dimana Yeni memandang dari penelitian yang dilakukannya LGBT dapat menular.

“Dia rentangnya sampe mana jadi kalau misalkan sangat tidak parah ke sangat parah. Bisa saja asalkan ada kemauan dari pribadinya,” ujarnya.

Pandangan Islam

Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dan menghina para pelakunya.

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas” (Al-A’raf/7: 80-81)

Dalam kisah kaum Nabi Luth ini tampak jelas penyimpangan mereka dari fitrah. Sampai-sampai ketika menjawab perkataan mereka, Nabi Luth mengatakan, bahwa perbuatan mereka belum pernah dilakukan oleh kaum sebelumnya.

Mujtahid berkata : “Orang yang melakukan perbuatan homoseksual meskipun dia mandi dengan setiap tetesan air dari langit dan bumi masih tetap najis”.

Fudhail Ibnu Iyadh berkata : “Andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci”.

Artinya, air tersebut tidak bisa menghilangkan dosa homoseksual yang sangat besar yang menjauhkan antara dia dengan Rabbnya. Hal ini menunjukkan betapa mengerikannya dosa perbuatan tersebut.

Amr bin Dinar berkata menafsirkan ayat di atas : “Tidaklah sesama laki-laki saling meniduri melainkan termasuk kaum Nabi Luth”.

Al-Walid bin Abdul Malik berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nabi luth, maka aku tidak pernah berpikir kalau ada laki-laki yang menggauli laki-laki.”

Maka, perilaku menyimpang tersebut tidaklah mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia. Allah telah menegaskan kepada hamban-Nya untuk selalu menjaga pandangannya. Karena hal itu memang berkaitan pada informasi yang diterima oleh otak manusia dan qalbu. Jika manusa sering bersinggungan dengan hal-hal buruk maka buruk pula kehidupannya.

Para pengikut madzhab Hambali menukil ijma’ (kesepakatan) para sahabat yang mengatakan bahwa hukuman homosek adalah dibunuh. Mereka berdalil dengan hadits: “Barangsiapa yang kalian dapatkan melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi”.

Mereka juga berdalil dengan perbuatan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang merajam orang yang melakukan homoseksual. Syafi’i berkata : “Dengan ini, kita berpendapat merajam orang yang melakukan perbuatan homoseksual, baik dia seorang muhsan atau bukan”.

Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Khalid bin Walid bahwa ada di pinggiran kota Arab seorang laki-laki yang dinikahi sebagaimana dinikahinya seorang perempuan. Maka dia menulis surat kepada Abu Bakar As-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar As-Shiddiq lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya. Orang yang paling keras pendapatnya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata, “Tidaklah melakukan perbuatan ini kecuali hanya satu ummat dan kalian telah mengetahui apa yang telah Allah lakukan kepada mereka. Aku berpendapat agar dia dibakar dengan api”. Kemudian Abu Bakar As-Shiddiq mengirim surat kepada Khalid bin Walid untuk membakarnya.

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Dipertontonkan dari bangunan yang paling tinggi lalu dilemparkan (ke bawah) diikuti lemparan batu”.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Para sahabat telah menerapkan hukum bunuh terhadap pelaku homosek. Mereka hanya berselisih pendapat bagaimana cara membunuhnya.”

Taubat

Ibnul Al-Qayyim rahimahullah berkata : “Jika pelaku homoseks bertaubat dengan sebenar-benarnya (taubat nasuha) dan beramal shaleh kemudian mengganti kejelekan-kejelekannya dengan kebaikan, membersihkan berbagai dosanya dengan berbagai kataatan dan taqarrub kepada Allah, menjaga pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang haram, dan tulus dalam amal ibadahnya, maka dosanya diampuni dan termasuk ahli surga. Karena Allah mengampuni semua dosa. Apabila taubat saja bisa menghapus dosa syirik, kufur, membunuh para nabi, sihir, maka taubat pelaku homosek juga bisa menghapuskan dosa-dosa mereka.

Beberapa ulama dan ustaz memandang LGBT adalah penyakit dan harus diobati, salah satunya dengan Ustaz Slamet, PPPA Darul Quran. Beliau mengatakan, penyakit tersebut dapat diobati dengan mendekatkan diri kepada Allah. Orang tersebut harus berani keluar dari pergaulan yang membuatnya menjadi seperti itu. Kemudian menjaga keistiqamahannya dengan berkumpul bersama orang-orang soleh.

“Saya sarankan juga untuk mencoba diruqiah karena setan suka membalikkan fitrah. Banyak sekali ditemukan kasus seperti ini. Allah tidak mengatakan yang tengah-tengah. Allah jadikan kalian berpasang-pasangan, perempuan dengan laki-laki dan laki-laki dengan perempuan.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement