REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejatinya, tulisan ilmiah terkait SN 1006 telah banyak. Namun, karya Ibnu Sina memberikan informasi penting tentang fenomena luar angkasa itu. Karena itulah, tiga ilmuwan Jerman tersebut menjadikan karya ilmiah Ibnu Sina sebagai rujukan.
Dalam karyanya, Ibnu Sina menjelaskan, SN 1006 tiga bulan lebih terang dari cahaya Planet Venus. Ia pun menjelaskan tentang bentuk, arah, dan penampilan supernova. "Semula kegelapan dan kehijauan. Kemudian menjadi sangat terang mengeluarkan percikan. Kemudian makin terang, lalu meredup dan menghilang. Bentuknya seperti jenggot atau hewan bertanduk," tulis Ibnu Sina.
Dalam upaya menguak SN 1006, tiga ilmuwan Jerman itu menerjemahkan bagian dari kitab As-Syifa yang membahas tentang fenomena antariksa tersebut. Kitab ini terdiri dari 10 jilid yang membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Di kitab ini, astronomi dibahas pada jilid ketiga.
Sebenarnya, As-Syifa merupakan karya tulis Ibnu Sina dalam bidang filsafat. Kitab ini menguraikan filsafat dari berbagai aspek. Kitab ini juga menjabarkan cara-cara pengobatan sekaligus obatnya. Di dunia kedokteran, kitab ini menjadi semacam ensiklopedia.
Dalam bahasa Latin, kitab ini dikenal dengan nama Sanatio. As-Syifa merupakan buku yang paling lama ditulis oleh Ibnu Sina. Namun sayangnya, sulit sekali mencari salinan bahkan terjemahannya Bahasa Indonesia. Padahal kitab ini dikenal sebagai ensiklopedia terbesar yang dimiliki oleh umat Islam.
Selain astronomi dan kedokteran, buku ini juga membahas bidang ilmu lain seperti fisika, metafisika, matematika, dan logika. Ringkasan kajian dalam kitab ini dimuat dalam buku An-Najat. Buku yang dicetak di Teheran, Iran ini mengulas tentang fisika dan metafisika. Sedangkan ulasan mengenai logika dimuat dalam buku Al-Burhan yang terbit pada 1954 di Kairo, Mesir