Ahad 29 Oct 2017 10:05 WIB

Gelombang Perkembangan Islam di Kuba

Suasana Havana di Kuba.
Foto:

Banyak saudara dari negara lain yang mengatakan Muslim Kuba adalah yang sejati, karena jauh lebih sulit untuk diamati. Budaya Kuba saat ini selalu menimbulkan tantangan bagi umat Islam. Rum adalah salah satu barang utama yang dijual di kafe. Ini adalah minuman yang populer. Paling tidak karena harganya jauh lebih murah dari pada minuman ringan. Daging yang tidak halal juga banyak didagangkan di sana.

Saat ini super market baru saja mulai mengimpor ayam halal dari Brazil, tetapi tidak terjangkau bagi kebanyakan orang Kuba. Pakaian, seperti dishdasha atau penutup kepala, harus diimpor atau sebagai hadiah dari umat Islam negara lain.

"Banyak saudara dari negara lain telah mengatakan kepada saya bahwa kita Muslim Kuba adalah yang sejati, karena jauh lebih sulit untuk diamati di sini daripada di negara di mana banyak orang memiliki kepercayaan dan praktik yang sama," kata Isa.

Orang-orang Kuba juga menghadapi tantangan dari kurangnya pemahaman mengenai Islam. Laporan media tentang serangan teroris dan konflik di Timur Tengah telah membentuk banyak persepsi orang Kuba terhadap agama tersebut.

Perwakilan

Jamal adalah perwakilan informal komunitas Muslim Santiago yang terdiri dari sekitar 30 orang Kuba dan 90 mahasiswa asing. Dia bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Tugasnya adalah mengamati perkembangan Muslim di negeri tersebut dan mendukung keperluan mereka untuk menjalankan keyakinan.

"Kami mencoba untuk memberikan contoh terbaik tentang Islam, karena saat ini ada banyak pesan negatif di media. Orang-orang menggeneralisasi, berpikir, 'Jika Anda seorang Muslim, Anda pasti seorang teroris'."jelas dia.

Islam adalah agama damai. Pesan tersebut bukan untuk mengajak non-Muslim memeluk Islam, tetapi agar mereka bisa hidup dengan nyaman bersama dengan umat Islam.

Jamal mengatakan kebebasan beragama dihormati berdasarkan hukum Kuba. "Masalah biasanya berasal dari pihak berwenang di tempat-tempat yang menafsirkan undang-undang dengan cara mereka sendiri. Karena undang-undang jelas mengatur, orang tidak dapat didiskriminasi karena perbedaan ras, agama atau warna kulit," kata dia.

Beberapa mualaf wanita yang mengenakan jilbab menghadapi keberatan dan diskriminasi dari pihak berwenang di tempat kerja atau universitas mereka. Situasi seperti itu biasanya diselesaikan melalui diskusi dan penjelasan tentang Islam.

Jorge Miguel Garcia, yang nama muslimnya adalah Khaled, adalah pemilik kafe di Santiago. Tempatnya bekerja kerap dimanfaatkan untuk pertemuan informal komunitas Muslim dan populer dengan orang-orang Kuba yang tidak beragama.  

(Editor: Erdy Nasrul)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement