Ahad 11 Jun 2023 21:58 WIB

Pejabat AS Konfirmasi Cina Operasikan Pangkalan Intelijen di Kuba Sejak 2019

Komunitas intelijen AS telah mengetahui mata-mata Cina dari Kuba.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi intelijen Cina.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Ilustrasi intelijen Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Amerika Serikat (AS) menuduh Cina telah mengoperasikan pangkalan mata-mata di Kuba setidaknya sejak 2019. Fasilitas itu bagian dari upaya global oleh Beijing untuk meningkatkan kemampuan pengumpulan intelijennya.

Pejabat yang tidak berwenang untuk berkomentar secara terbuka dan berbicara dengan syarat anonim mengatakan, komunitas intelijen AS telah mengetahui mata-mata Cina dari Kuba. Beijing melakukan upaya yang lebih besar untuk mengatur operasi pengumpulan intelijen di seluruh dunia selama beberapa waktu.

Baca Juga

Pemerintahan Joe Biden telah meningkatkan upaya untuk menggagalkan dorongan Cina untuk memperluas operasi mata-matanya. Menurut pejabat tersebut, pemerintah AS yakin telah membuat beberapa kemajuan melalui diplomasi dan tindakan lain yang tidak ditentukan.

Keberadaan pangkalan mata-mata Cina dikonfirmasi setelah Wall Street Journal melaporkan pada Kamis (8/6/2023). Laporan itu menyatakan bahwa Cina dan Kuba pada prinsipnya telah mencapai kesepakatan untuk membangun stasiun penyadapan elektronik di pulau tersebut.

Dalam laporan itu, Beijing berencana membayar Havana yang kekurangan uang miliaran dolar sebagai bagian dari negosiasi. Gedung Putih menyebut laporan itu tidak akurat.

"Saya telah melihat laporan pers itu, itu tidak akurat," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby dalam wawancara MSNBC.

“Apa yang dapat saya katakan kepada Anda adalah bahwa kami telah prihatin sejak hari pertama pemerintahan ini tentang aktivitas pengaruh Cina di seluruh dunia, tentu saja di belahan bumi ini dan di wilayah ini, kami mengamati ini dengan sangat, sangat cermat," ujarnya.

Wakil Menteri Luar Negeri Kuba Carlos Fernandez de Cossio juga membantah laporan tersebut dalam sebuah posting Twitter pada Sabtu (10/6/2023). “Spekulasi fitnah terus berlanjut, ternyata dipromosikan oleh media tertentu untuk menimbulkan kerugian dan keresahan tanpa memperhatikan pola komunikasi yang minimal dan tanpa memberikan data atau bukti untuk mendukung apa yang mereka sebarkan,” tulisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement