REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Prof Sukoso memperkenalkan kepada para peserta The Inspiring Internasional Reasearch Excellence (IIRE) regulasi halal di Indonesia dan proses sertifikasi halal. Acara tersebut melibatkan 12 peneliti dari Australian Technology Network of Universities (ATN) berkolaborasi dengan delapan peneliti dari Kementerian Agama dan Kemenristekdikti
Ia juga menjelaskan perbandingan kondisi produk halal di Indonesia dengan sejumlah negara. Menurut dia, dari segi sertifikasi produk halal Indonesia masih ketinggalan jauh dari negara lainnya.
"Saya lebih fokus kepada kondisi Indonesia. Kalau dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand itu kan modelnya saja sudah beda, karena di Thailand tidak ada Kemenag. Kalau kita bandingkan dengan Malaysia kita itu sudah ketinggalan jauh," jelasnya, Selasa (24/10).
Menurut dia, sertifikasi produk halal Malaysia maju lantaran mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya. Sementara, di Indonesia anggaran untuk sertifikasi halal saja masih sedikit, yaitu hanya Rp 17 miliar.
"Di Malaysia itu memang karena sistem pemerintahannya. Dia sudah menghasilkan beberapa standar yang memang harus kita banyak belajar ke mereka," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Prof Sukoso juga berkesempatan untukmensosialisasikan BPJPH yang baru diresmikan oleh Kemenag belum lama ini. Menurut dia, BPJPH lahir dari undang-undang, sehingga kegiatan halal selama ini diharapkan bisa mengalami perubahan secara konstitusional.
Namun, kata dia, kehadiran BPJPH ini sebenarnya hanyalah sebuah proses untuk menguatkan segala kegiatan halal yang telah dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama ini. Bahkan, menurut dia, BPJPH bisa dikatakan hanya sebagai fasilitator.
"Jadi BPJPH sebenarnya fasilitator proses administrasi dan fasilitator untuk mengeluarkan sertifikat halal berdasarkan fatwa MUI, mengawasi, dan juga mencabutnya jika ada pelanggaran," katanya.