REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- KonferensipPeran fatwa dalam memelihara stabilitas sosial yang diadakan di Kairo oleh Dar Al-Iftaa Al-Massriyyah, memasuki sesi pembukaan. Di bawah naungan Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, lebih dari 1.000 mufti dan kepala organisasi Islam dari seluruh dunia berkumpul untuk mengikuti konferensi tersebut.
Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia (MWL), Mohammed Al-Issa meminta, mufti dan pemuka agama mempertimbangkan konsekuensi fatwa sebelum mengeluarkannya. Al-Issa meminta mempertimbangkan perbedaan antara komunitas Islam dan minoritas imigran. Juga mempertimbangkan perbedaan antara fatwa untuk masalah individu dan internasional.
Al-Issa menekankan perlunya membedakan antara fatwa umum dan khusus, sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Dia juga meminta untuk mempertimbangkan prioritas minoritas imigran saat mengeluarkan fatwa untuk membantu menerapkannya dengan lebih baik. Maka, dengan demikian akan menjaga stabilitas sosial, dengan menghindari fatwa yang menyesatkan.
Kemudian Al-Issa memuji keputusan kerajaan mendirikan Kompleks Raja Salman untuk tradisi Nabi di Madinah. Kompleks tersebut akan memiliki sebuah dewan yang terdiri dari ahli hadis terkenal di dunia.
"Perintah tersebut datang sebagai tanggapan atas kebutuhan untuk menghadapi yurisprudensi yang menyimpang karena mengutip di luar konteks, dan menghentikan kekeliruan membaca teks (hadis) sehingga salah mengartikan yang menimbulkan bahaya karena kurangnya penelitian ilmiah," kata Al-Issa dilansir dari Arab News, Jumat (20/10).
Al-Issa menyampaikan, karena kurangnya pengetahuan dan intelektual, maka ekstremis cenderung membenarkan kesalahan teks yang mereka klaim mendukung pandangan mereka yang keliru tentang hukum Islam. Maka, Kompleks Raja Salman akan membantu mengungkapkan kebenaran dalam teks tersebut. Kompleks juga akan melayani Islam dan Muslim dengan melindungi ilmu dan hukum Islam.