REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring meningkatnya geliat pembangunan desa pada 1870, kondisi umat Islam ikut membaik. Masjid mulai dibangun di hampir setiap desa atau wilayah. Setiap masjid dipimpin oleh seorang imam.
Dalam catatan hariannya, seorang misionaris, John Morton menulis bahwa masjid mulai bermunculan di Trinidad pada 1860-an. Ia mendeskripsikannya sebagai ''sebuah bangunan mungil yang cantik.''
Imigran-imigran Muslim pertama dan keturunannya terlihat bertambah makmur. Merekalah yang membangun masjid yang biasanya terbuat dari kayu. Masjid-masjid tersebut biasanya digunakan untuk beribadah kaum laki-laki.
Hal ini terus berlangsung sampai 1928 ketika kaum perempuan dari permukiman Peru mulai datang ke masjid untuk menghadiri perayaan khusus, seperti shalat saat Idul Adha dan Idul Fitri.
Pada awal 1930, kelas agama mulai diadakan di masjid-masjid. Kelas-kelas ini dikelola oleh para imam atau jamaah dewasa yang sudah menguasai ilmu agama. Kelas agama ini mengajarkan bahasa Arab, bahasa Urdu, tata cara beribadah, dan pengetahuan dasar Islam.
Saat ini, terdapat 25 masjid di Pulau Trinidad. Dua masjid di antaranya ada di Pulau Tobago. Salah satu masjid terbesar adalah Jinah Memorial Mosque of Saint Joseph yang dibangun pada 1954.
Sejak awal abad ke-20, kaum Muslimin mulai membentuk kelompok-kelompok keagamaan yang bisa mengakomodasi kebutuhan dan ketertarikan mereka terhadap Islam. Organisasi keagamaan ini mendapatkan pengakuan dari pemerintah.