REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Trinidad & Tobago, sebuah negara kepulauan penghasil minyak di kawasan Karibia, biasa disebut sebagai negeri yang ramah bagi kaum Muslimin. Meski mayoritas penduduk negara itu beragama Nasrani, namun tingkat toleransi mereka terhadap umat Islam sangatlah tinggi.
Belum lama ini, Perdana Menteri Trinidad & Tobago Kamla Persad-Bissessar menggelar pertemuan dengan sejumlah komunitas Muslim guna membahas waktu yang tepat untuk pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2015. Sedianya, masa kampanye pemilu di negara itu bakal digelar sepanjang Juli nanti.
Akan tetapi, berhubung sejak 18 Juni hingga 17 Juli ini umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan maka Pemerintah Trinidad & Tobago akhirnya sepakat untuk menunda agenda politik tersebut hingga Agustus. Keputusan itu pun disambut dengan penuh sukacita oleh kalangan Muslim setempat.
“Kami sangat mengapresiasi keputusan pemerintah. Langkah tersebut dapat memberikan kaum Muslim cukup waktu untuk menyelesaikan ibadah mereka dengan tenang selama Ramadhan, sebelum akhirnya memfokuskan diri kepada urusan pemilu,” tutur imam Masjid Nur-E-Islam di Trinidad, Sheraz Ali, seperti dikutip Guardian, Sabtu (13/6).
Menurut Ali, kampanye pemilu yang digelar saat Ramadhan jelas bakal memengaruhi tingkat partisipasi politik di kalangan Muslim. Pasalnya, selama bulan suci tersebut, perhatian umat Islam lebih banyak tercurahkan untuk beribadah dibandingkan aktivitas-aktivitas lainnya. Oleh karena itu, Ali pun mengaku senang karena pemerintah mau mempertimbangkan kondisi kaum Muslim ketika menetapkan waktu pelaksanaan pemilu.
Berdasarkan catatan Pew Research Center, jumlah Muslim yang mendiami Trinidad & Tobago pada 2000 mencapai 78 ribu jiwa atau sekira 6,6 persen dari total penduduk negara itu. Mayoritas dari mereka bermukim di Pulau Trinidad.
Kini, setelah 15 tahun berlalu, populasi umat Islam di Trinidad & Tobago diperkirakan telah meningkat menjadi 100 ribu jiwa, atau sekitar delapan persen dari total penduduknya. Catatan tersebut sekaligus menempatkan Islam sebagai agama terbesar ketiga di negeri Karibia itu, setelah Kristen dan Hindu.
Model toleransi yang diterapkan Pemerintah Trinidad & Tobago dalam kehidupan beragama layak menjadi contoh bagi negara-negara mayoritas non-Muslim lainnya. Di sana, umat Islam tidak sekadar memperoleh kebebasan dalam menjalankan ibadah. Lebih dari itu, Hari Raya Idul Fitri--yang merupakan hari besar Islam--bahkan juga ditetapkan sebagai salah satu hari libur nasional di Trinidad & Tobago.