REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana meletusnya Gunung Agung, Bali, memang telah diantisipasi sejak dini. Namun, kondisi yang sampai saat ini belum menunjukkan perkembangan, menjadikan para pengungsi diliputi kebosanan.
"Keluhan mereka kebanyakan adalah merasa bosan di pengungsian, karena mereka tidak bekerja, sehingga perekonomian tersendat," terang relawan BMH di lokasi, Dhiyauddin (5/10).
Untuk itu, selain menyalurkan bantuan logistik di beberapa titik posko program sosial kemanusiaan yang didirikan oleh Laznas BMH, seperti di Bukit Tabuan, Buitan, dan Masjid Al-Ghuroba, BMH juga menyediakan layanan bantuan spiritual dengan pengadaan kajian rutin setiap ba'da Maghrib dan ba'da Shubuh.
"Untuk posko yang berada di Kusameb Klungkung, BMH juga sediakan layanan kajian ba'da Maghrib dan Ba'da Shubuh agar sisi kebosanan yang menimpa mereka dapat disikapi secara proporsional, sehingga secara mental mereka tetap kuat menjalani musibah ini," terang Dhiyauddin dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/10).
Bahkan, di antara warga ingin layanan dakwah berupa kajian ini bisa dilanjutkan, meski kondisi mereka tidaklagi di pengungsian.
"Kami harapkan dakwah ini bisa terus diadakan di desa kami, meski kondisi sudah aman," terang seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Selama lebih dari dua pekan, total bantuan yang disalurkan di pengungsian erupsi Gunung Agung telah menyapa lebih dari 700 penerima manfaat di lokasi. "Ada 700 lebih penerima manfaat dari program BMH di lokasi, baik terhadap Muslim maupun non-Muslim yang ada di lokasi," terang Dhiyauddin.
"Sampai saat ini BMH masih berusaha tetap berada di pengungsian dengan menyiagakan beberapa relawan dilengkapi dengan tiga armada ambulan," pungkasnya.