REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memerhatikan rambu-rambu yang ada jika berkeinginan agar ikrar wakaf dibuat umum. Sebab, wakaf memiliki ketentuan hukum yang harus dipenuhi.
Anggota Dewan Syariah Nasional MUI Oni Sahroni menjelaskan, aset wakaf harus diperuntukkan bagi hal yang halal dan mubah menurut syariat. Jadi walau ikrarnya umum, nazhir memperuntukkannya untuk yang mubah dan halal, bukan yang makruh apalagi haram.
"Ini sesuai kesepakatan ulama sebagaimana ditegaskan Al-Ramli dalam kitab Nihayah al-Muhtaj bahwa aset wakaf untuk hal mubah,'' ujar Oni, Kamis (7/9).
Menurut Oni, aset wakaf ke depan memang tidak hanya untuk yang halal dan mubah, tapi juga prioritas. Hal ini mengacu pada fikih prioritas. "Tidak boleh dibuat terbuka seperti itu, tapi ada rambu-rambu. Jangan hanya silakan untuk apa saja," kata dia.
Sebab, Oni khawatir ada peluang bagi nazhir ke depannya memperuntukkan aset wakaf bagi hal yang halal tapi tidak prioritas. Padahal wakaf di Indonesia masih kecil. Sementara, yang membutuhkan manfaatnya jauh lebih besar. Wakaf yang terkumpul harus digunakan untuk skala primer seperti kesehatan dan pendidikan.
Maqasid syariah, kata Oni. menunjukkan kebutuhan individu memang berjenjang mulai dari primer, sekunder, dan tersier. Sehingga kebermanfaatan wakaf harus memenuhi kebutuhan primer agar tepat sasaran. "Misalnya, mushala jadi toko dengan asumsi lebih bermanfaat, padahal belum tentu demikian. Bisa jadi usahanya berisiko, padahal wakaf tidak boleh ditempatkan dalam usaha yang berisiko yang membuat nilai wakaf jadi hilang atau berkurang," jelas dia.
Oni melanjutkan, aset wakaf harus abadi, tidak boleh berkurang, tidak boleh berpindah baik melalui hibah atau jual beli. Jangan sampai ikrar terbuka ini memberi opsi bagi nazhir wakaf untuk menggunakan wakaf sehingga berkurang nilainya. Nilai wakaf tidak boleh berkurang kecuali karena amortisasi atau penurunan harga barang akibat faktor permintaan dan penawaran. "Tidak boleh karena kecerobohannya, nazhir membuat nilai wakaf jadi berkurang," katanya.
Oni menilai harus dibuat kajian, di antaranya pemilahan aset wakaf tunai dengan aset wakaf sosial. Kedua jenis aset wakaf itu harus dibedakan. "Maka kalau ikrarnya mau terbuka, harus ada rambu-rambu."
Selama ini, keputusan wakaf tidak hanya lokal, tapi juga internasional. Di Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) dan Organisasi Akuntansi dan Audit Lembaga Keuangan Syariah (AAOIFI) AAOIFI, wakaf tunai harus diinvestasikan secara aman. Misalnya, disimpan di instrumen yang aman misalnya sukuk negara dan tidak boleh digunakan untuk usaha yang baru mulai atau usaha rintisan karena rawan rugi.
Dari pengalaman Oni di Kairo, wakaf di sana bersumber dari dana miliaran yang diwakafkan pengusaha yang mempercayakan pengelolaan aset wakafnya kepada Al-Azhar. Al-Azhar memberi beasiswa kepada mahasiswa dari 73 negara dari manfaat dana wakaf yang diinvestasikan di Bank Faishal.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Badan Wakaf Indonesia (BWI), Menteri Agraria dan Tata Ruang menyatakan pihaknya sudah berbicara dengan berbagai pihak agar ikrar wakaf tidak dibuat spesifik tapi umum untuk kemaslahatan umat. Sebab kota berubah dan berkembang. Misal masjid di pusat bisnis bisa dialih fungsi menjadi pertokoan agar lebih berdaya guna untuk umat.