REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sungguh keliru jika ada orang yang mengira umat Islam tak peduli lingkungan. Salah pula jika mereka berpikir masyarakat Islam tak paham estetika atau keindahan. Lihatlah apa yang telah dilakukan umat Islam berabad-abad silam. Jelas sekali, Muslim memiliki pemahaman dan selera estetika yang sangat tinggi.
Jika saat ini, banyak kota di negara-negara Islam yang tampak kumuh dan semrawut, tak demikian halnya dengan suasana perkotaan Muslim pada sekitar 10 abad silam. Pada masa kejayaan Islam itu, kota-kota Islam tampil cantik dan tertib. Di mata John William Draper dalam bukunya, History of the Conflict Between Religion and Science, keindahan kota-kota Islam itu bahkan tak kalah dibandingkan kota-kota di Eropa masa kini.
“Kota-kota Eropa masa kini tak menawarkan cita rasa, kecantikan, dan kemewahan lebih, sebagaimana yang pernah hadir di kota-kota Islam di Spanyol,” katanya.
Dalam bukunya, Draper menggambarkan suasana Cordoba, salah satu kota Muslim di Spanyol. Pada abad ke-10, jalan-jalan Cordoba begitu mulus dan bertabur cahaya di malam hari. Rumah-rumah tampil mewah berhiaskan lukisan, dengan lantai berselimut permadani. Pada musim dingin, para penghuni tak akan kedinginan karena setiap rumah sudah dilengkapi perapian.
Begitu pula di musim panas, mereka tidak kegerahan. Sebaliknya, suasana rumah tetap terasa sejuk dengan aroma wewangian yang berasal dari kebun bunga. Draper juga menuturkan bahwa hampir setiap rumah di Cordoba dilengkapi perpustakaan, ruang makan besar, kamar mandi, serta air mancur.
Kota dan negeri Muslim saat itu, lanjut Draper, diliputi oleh keramah-tamahan dan keceriaan. Tak jarang, warga menggelar acara yang dimeriahkan tarian dengan iringan mandolin dan lute (alat musik semacam kecapi dari Eropa). Namun, jangan harap ada wine atau minuman beralkohol dalam acara-acara semacam itu.
“Suasana malam-malam terang bulan di Andalusia semarak oleh warga yang berkumpul atau bercengkerama di taman, mendengarkan cerita-cerita dari para pendongeng, atau berdiskusi tentang berbagai hal, salah satunya filsafat,” kata Draper.