Kamis 03 Aug 2017 09:36 WIB

Mengapa Nabi Ibrahim Dijuluki Kekasih Allah?

Ustadz Muhajir Affandi (kiri).
Foto: Dok SBBI
Ustadz Muhajir Affandi (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Nabi Ibrahim AS dijuluki Khalilullah atau Kekasih Allah. Mengapa Allah SWT memberikan keistimewaan setinggi itu kepada Nabi Ibrahim? “Ternyata ada tiga hal yang selalu diamalkan oleh Nabi Ibrahim AS, yang menyebabkan ia diberi gelar istimewa sebagai Kekasih Allah,” kata Ustaz  Muhajir Affandi MSi saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/7).

Muhajir yang membahas kitab karangan Syaikh Nawawi al-Bantani, Nashaih al-Ibad Maqolah ke-11, menguraikan satu per satu ketiga hal tersebut. Pertama, ketika Nabi Ibrahim Khalilullah ditanya dengan pertanyaan “Kenapa Allah SWT menjadikan engkau sebagai kekasih-Nya (Khalilullah)?”, Nabi Ibrahim menjawab, “Aku lebih mengutamakan perintah Allah daripada perintah selain-Nya. (pada naskah yang lain dengan menggunakan kalimat: "aku tidak mengutamakan perintah yang lain di atas perintah Allah SWT)."

Perjuangan Nabi Ibrahim dalam mengutamakan perintah Allah tercermin dalam kehidupannya ketika baru mendapatkan keturunan lalu Allah SWT memerintahkannya untuk berdakwah di tempat lain dan meninggalkan istri dan putranya yang masih bayi seraya berdoa sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah surat Ibrahim [14] ayat 37:

"Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati.  Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."

“Kemudian ketika Nabi Ibrahim kembali dari berdakwah dia melihat putranya Ismail sudah menjadi anak yang belia. Namun Allah SWT lagi-lagi menguji keimanannya untuk menyembelih putranya tersebut,” tutur Muhajir.

Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah surat Ash-Shoffat [37] ayat 99-111 :

99. Dan Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

101. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku,  sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar

108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,

109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".

110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Keikhlasan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, itulah yang kemudian diabadikan dalam bentuk perintah berkurban (dalam bentuk hewan) pada Idul Adha.

Kedua, kata Muhajir, Nabi Ibrahim  selalu yakin kepada Allah dan tidak pernah khawatir terhadap hal-hal yang sudah ditanggung oleh Allah. “Ibrahim berkata, ‘Aku tidak merisaukan sesuatu yang telah ditanggung Allah SWT kepadaku. (Yakni, tidak bersikukuh dengan sesuatu urusan yang telah ditanggung oleh Allah untukku dari rezeki-Nya),” ujar Muhajir.

Ketiga, Nabi Ibrahim orang yang  selalu bersedekah setiap hari. “Nabi Ibrahim mengatakan, ‘Aku tidak makan, baik di waktu sore maupun pagi kecuali bersama tamu.’ (Diriwiyatkan bahwasannya Nabi Ibrahim as, selalu berjalan sejauh 1 mil atau 2 mil untuk mencari orang yang akan makan bersama Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam),” papar Muhajir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement