Oleh: Imam Shamsi Ali*
Hari terakhir saya di Makassar adalah hari yang sangat padat. Di pagi hari, atas undangan Ibu rektor, saya memberikan ceramah halal bihalal di UIM atau Universitas Islam Makassar. Sewaktu saya masih di pesantren di tahun 80-an universitas ini berdiri kesepian di tengah persawahan yang biru. Saat itu lebih dikenal dengan nama Universitas Al-Ghazali.
Setelah acara Halal bihalal di UIM saya lanjut dengan pertemuan terbatas dengan beberapa teman lama. Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa bernostalgia bersama teman-teman lama, membicarakan banyak hal, termasuk hal-hal membawa tawa di masa lalu.
Dari sana saya melanjutkan, sekali lagi atas undangan Ketua Pembina FKCA Bunda Majdah yang juga Rektor UIM tadi, saya diminta memberikan pengajian perdana FKCA di Rujab (rumah jabatan) Wakil Gubernur Sul-Sel. Bahagian kembali ke pengajian ini, karena nilai yang diusung oleh kelompok ini adalah nilai langit yang sangat mulia. Terlebih acara ini bertempat di rumah jabatan Wagub. Rumah jabatan yang terhubung selalu dengan sinar samawi.
Setelah pengajian perdana saya melanjutkan kembali bersama Bunda Majdah hadir dalam acara pernikahan salah seorang anggota FKCA Sul-Sel. Saya mendapat kehormatan memberikan nasihat perkawinan di acara tersebut.
Acara terakhir dan kelima saya hari itu adalah silaturrahim dan diskusi terbatas dengan beberapa guru dan aktifis yang dikoordinir oleh teman saya, sesama alumni IIU Pakistan KH Ramli Bakka. Beliau adalah pengasuh pondok pesantren "Shohqatul Is'ad" Pangkep.
Sebelum membicarakan konten ceramah saya hari itu, khususnya di UIM, saya juga ingin menyampaikan bahwa sehari sebelumnya saya menyampaikan khutbah dan ceramah umum di Al-Markaz al-Islami, salah satu masjid termegah di Asia Tenggara itu.
Yang membahagiakan saya hari itu adalah karena saya diminta oleh pengurus masjid menuntun 5 orang muallaf mengikrarkan "syahadah" laa ilaah illallah-wa anna Muhammadan rasulullah". Sebuah kebahagiaan tiada tara bagi mereka yang memahaminya.